Dalam penelitian baru-baru ini, ilmuwan mengukur usia batuan vulkanik
berdasarkan jejak isotop uranium yang ada pada batuan tersebut. Para
ahli geologi telah menemukan teori baru tentang bagaimana kerak bumi
tersusun ulang atau dasar awal berdasarkan isotop uranium tersebut.
Bagaimana perubahan kondisi dipermukaan bumi dan peningkatan oksigen di
atmosfer mempengaruhi komposisi bagian dalam bumi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perubahan selama 600 juta tahun terakhir mengakibatkan
uranium dimobilisasi dari permukaan dan diangkut ke interior bumi,
kemudian didistribusikan ke dalam mantel.
Studi tentang uranium dan siklus kerak bumi telah membawa pandangan baru
tentang teori bagaimana wajah bumi telah berubah selama miliaran tahun.
Terutama perdebatan kehidupan telah berlangsung dan bagaimana
konsentrasi oksigen atmosfer berkembang terkait dengan beberapa proses
pelapukan geologi lainnya, termasuk uranium. Penelitian ini dilakukan
tim ilmuwan Universitas Bristol, diantaranya termasuk Morten Andersen
bekerjasama dengan peneliti dari Durham-Inggris, Wyoming dan Rhode
Island. Para ilmuwan menggunakan jejak yang ditinggalkan dalam rasio dua
isotop uranium. Studi baru tentang perkembangan isotop uranium secara
umum telah membawa cara pandang baru tentang bagaimana kerak bumi dan permukaannya berubah selama miliaran tahun. Hasil studi ini diterbitkan dalam jurnal Nature edisi akhir Januari 2015.
Peran Uranium Dalam Siklus Kerak Bumi
Uranium telah menjadi bagian dari bumi, radioaktifitas yang berumur
panjang telah terbukti sangat sesuai untuk digunakan sebagai tolak ukur
proses geologi dan menyimpulkan evolusi bumi. Uranium alam terdiri dari
dua jenis yaitu jenis yang berumur panjang yaitu uranium 238 dan yang
berumur lebih pendek yaitu isotop uranium 235.
Dari sejarah bumi, kerak benua telah mengumpulkan massa dari mantel
panas sebagai bahan dasarnya, sebagian kerak baru terbentuk dan kemudian
menghilang. Diwilayah pegunungan bawah laut (dimana pelat menjauh)
kerak samudera baru terus terbentuk berupa batuan Basaltic. Batuan ini
terbentuk ketika lava vulkanik yang sangat panas muncul dari lapisan
atas dan membeku. Kerak samudera ini bergerak menjauh dari pegunungan
dasar laut, hingga pada akhirnya diangkut kembali ke permukaan melalui
subduksi disekitar palung laut.
Uranium mulai terbentuk dalam batuan kerak benua, tetapi dipermukaan
bumi terlihat lain dimana lingkungan yang berbeda dari waktu kewaktu
telah mempengaruhi mobilitasnya. Diawal pembentukan bumi, suasana atmosfer tanpa oksigen,
uranium bergerak didalam batuan sebagai tetravalent uranium diproduksi
setelah oksigen atmosfer terbentuk dan uranium teroksidasi menjadi
heksavalen uranium. Uranium lebih leluasa bergerak kemudian dilepaskan
selama pelapukan dan penghancuran batu, kemudian bergerak kelautan dalam
bentuk cairan.
Pendinginan kerak samudera bergerak menjauh dari dasar pegunungan bawah laut, air laut merembes melalui celah celah batu dan membentuk uranium yang akan masuk kedalam kerak samudera, dan dengan cara yang sama akan menyerap air. Sifat radioaktif isotop uranium telah lama menjadi kunci dalam merekonstruksi sejarah awal bumi, tapi sekarang dapat dibuktikan bahwa isotop uranium juga memiliki data sejarah lain untuk diteliti.
Tanda spesifik yang berasal dari isotop uranium berkaitan dengan proses
oksidasi uranium dipermukaan bumi. Para ilmuwan menemukan bahwa rasio
yang lebih tinggi dari uranium 238 hingga uranium 235 yang masuk kedalam
kerak samudera modern. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan tanda
isotop yang ditemukan pada meteorit, dimana meteorit merupakan blok
struktur bumi yang kemudian menghasilkan komposisi isotop uranium asli
secara keseluruhan dan dapat mempengaruhi permukaan.
Tanda dari isotop uranium yang ditemukan telah diubah di kerak samudera,
analisis ini menunjukkan cara melacak uranium yang telah pindah dari
permukaan dan kembali ke interior bumi melalui subduksi. Untuk memeriksa
siklus uranium dan siklus batuan, ilmuwan menganalisa Mid Ocean Ridge
Basal (MORBs), lava vulkanik panas yang dihasilkan dari bagian atas dan
tercampur mantel. Rasio isotop uranium di MORBs dapat dibandingkan
dengan yang ditemukan di basal, terdiri dari material yang diangkut ke
permukaan jauh dari dalam laut yang tercampur menjadi asal mula mantel.
Perbedaan rasio isotop uranium 238 hingga ke uranium 235 jauh lebih
besar pada MORBs daripada basal laut, dan rasio ini lebih tinggi
daripada yang ditemukan dalam meteorit. Hal ini membuktikan bahwa MORBS
mengandung jejak uranium dari kerak samudera yang ditarik dari permukaan
ke bagian atas mantel bumi melalui subduksi. Konveksi lambat gerakan
materi berada di mantel atas, materi itu akhirnya dicampur ke sekitarnya
dan dibawa kedaerah pegunungan dasar laut dan dibawa kembali ke
permukaan dalam bentuk lava, kemudian membentuk MORBs.
Sebaliknya, rasio basal uranium 238 ke uranium 235 sesuai dengan
koresponden dari meteorit menunjukkan bahwa bebatuan bukan berasal dari
mantel yang sama dengan MORBs. Ilmuwan menjelaskan bahwa lava laut
berasal dari yang lebih dalam, dianggap kurang campuran dari sumber
mantel. Setiap uranium ditambahkan lagi dari permukaan yang berasal dari
periode waktu jauh lebih awal, ketika permukaan bumi sangat jauh
berbeda keadaanya dari saat ini.
Meskipun uranium itu dimasukkan kedalam kerak samudera sejak awal keberadaan oksigen atmosfer sekitar 2,3 miliar tahun yang lalu,
kerak samudera tidak memasukkan uranium 238 lebih tinggi karena lautan
belum memiliki pasokan oksigen yang cukup. Selama peningkatan ini telah
ditandai kedua kandungan oksigen atmosfer 600 juta tahun yang lalu yang
menjadikan laut sepenuhnya teroksidasi. Hal ini memungkinkan kerak
samudera mendapatkan jejak kandungan tinggi uranium 238. Meskipun kerak
samudera telah diangkut kedalam mantel bumi dalam waktu lama, rasio
isotop uranium dari subduksi kerak samudera pertama berbeda dari mantel
bumi setelah lautan teroksidasi penuh.
artikel ini disalin lengkap dari:
halaman utama website:
No comments:
Post a Comment