Semua penganut agama meyakini bahwa agamanya paling benar diantara
yang lainnya. Sah dan wajar. Kalau tidak diyakini kebenarannya, mana
mungkin agama itu diikuti pemeluknya. Tapi, klaim agama yang benar bila
hanya berdasarkan doktrin agamanya masing-masing adalah ranah keyakinan
yang “tak bisa didialogkan.”
Bisakah kebenaran agama didialogkan? Sangat bisa!! Selama ini, “semua orang” menganggap tidak bisa. Caranya, jangan bicara keyakinan tapi bicara kelogisan, pemahaman dan akal sehat. Di bawah ini adalah lima ciri agama yang benar dalam kehidupan yang bisa dimengerti dan diterima oleh semua orang dan semua penganut agama. Agama yang benar mengandung lima ciri di bawah ini. Bila tidak mengandung lima ciri ini, agama itu diragukan kebenarannya atau diragukan bahwa ia ciptaan Tuhan untuk manusia. Sebenarnya, tulisan ini bukan bahan diskusi atau untuk didiskusikan tapi lebih sebagai pengajaran, seperti seorang mursyid mengajarkan kebenaran pada murid-muridnya atau kyai pada santri-santrinya. Lima istilah kuncinya adalah Bahasa Sunda karena begitulah yang diajarkan guru saya pada saya, tapi tentu saya terjemahkan. Bila saya mengutip pernyataan-pernyataan dari Islam, itu karena dalam Islam saya menemukan ayat-ayat dan hadits yang menunjang penjelasan ini. Lima ciri kebenaran agama atau agama yang benar itu adalah:
1. Gampang
(Mudah dikerjakan)
Ciri pertama kebenaran agama atau agama yang benar adalah gampang. Agama yang benar harus tidak sulit dilaksanakan oleh pemeluknya. Gampang itu artinya mudah, tidak rumit dan tidak menyulitkan. Agama itu harus mudah agar pemeluknya sanggup malaksanakan ajarannya sesuai fitrah dan kemampuannya sebagai manusia. Mungkinkah Tuhan menurunkan agama yang sulit diikuti manusia? Jelas tidak mungkin. Jadi, ciri agama yang benar harus gampang. Adalah tidak logis Tuhan membuat agama yang sulit dan menyulitkan. Dalam hal ini, Allah SWT menyatakan, Islam adalah agama yang mudah. Misalnya, Allah SWT menyatakan Al-Qur’an itu telah dimudahkan untuk mengambil pelajaran. Ungkapan ini diulang tiga kali dalam redaksi bahasa yang sama, surat yang sama dalam tiga ayat yang berbeda: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qamar: 17, 32, 40). Kemudian, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya [puasa] dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (Al-Baqarah: 185). Karena agama yang benar itu cirinya gampang melaksanakan ajarannya, maka logikanya, bila ada agama yang menyulitkan pemeluknya berarti bukan agama yang benar. Itu pasti ciptaan manusia, bukan ajaran Tuhan. Biasanya, yang menyulitkan atau membuat sulit urusan itu memang manusia. Urusan dengan Tuhan itu gampang. Karena Tuhan yang menciptakan manusia dan agar agama-Nya diikuti dan dilaksanakan manusia, maka pasti ajaran Tuhan itu gampang.
2. Hampang
(Ringan dibawa)
Sebagai kelanjutan dari gampang, maka ciri kebenaran agama yang kedua adalahhampang (ringan). Ringan membawanya kemana-mana, tidak berat dan merepotkan. Sejarawan ahli Indonesia dan Asia Tenggara, Anthony Reid dalam buku masyhurnya Southeast Asia in the Age of Commerce, Volume Two: Expansion and Crisis (1993), ketika menganalisis suksesnya Islamisasi di Asia Tenggara misalnya menyebutkan bahwa salah satu faktor mudahnya Islam diterima penduduk pribumi adalah aspek ”portability of Islam” (ringannya Islam dijinjing atau dibawa-bawa kemana-mana). Misalnya, pelaksanaan penyembahan kepada Tuhan yaitu shalat. Shalat bisa dikerjakan dimana-mana: bisa di perjalanan, di bawah pohon, di lapangan, di gedung, di kapal laut, di kapal udara, dalam bis dll, tidak harus di masjid. Shalat juga tidak mengeluarkan biaya, fleksibel, bisa disesuaikan dengan kondisi. Bisa berdiri, duduk atau berbaring. Sangat mudah. Masuk Islam juga mudah, bisa di mana saja. Cukup sadar, yakin dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Proses pengampunan dosa juga sangat mudah. Cukup dengan sadar diri, menyesali dosa, bersungguh-sungguh tidak mengulanginya lagi. Selesai. Dosa terampuni. Dengan semua ini, agama menjadi hampang, ringan saja, tidak berat melaksanakan dan membawanya kemana-mana. Allah SWT menegaskan, Islam adalah agama yang ringan. Nabi Muhammad SAW sendiri dalam haditsnya: “Sesungguhnya Islam itu agama yang ringan. Barangsiapa memperberat, maka ia akan dikalahkan oleh agama. Oleh karena itu kerjakanlah agama menurut semestinya atau mendekati semestinya dan bergembiralah serta beribadahlah (dengan memohon pertolongan Allah), di waktu pagi, petang dan sebagian malam.” (HR. Bukhari)
3. Nimbang
(Menghargai akal fikiran)
Ciri kebenaran agama yang ketiga adalah nimbang. Nimbang adalah membuat pertimbangan yaitu kegiatan berfikir, merenung menganalisis dengan menggunakan akal fikiran. Dengan kata lain, agama yang benar adalah yang mendorong pengembangan akal fikiran. Bukan malah memasungnya. Akal adalah ciptaan dan anugrah Tuhan, maka akal juga harus digunakan dalam agama dan kehidupan. Disini lagi-lagi, Islam adalah agama yang tegas menyatakan keharusan penggunaan akal dalam beragama untuk berfikir. Islam sangat menghargai akal dan menempatkan akal ditempat yang penting dan terhormat. Dalam Al-Qur’an bertebaran pernyataan Allah SWT untuk menggunakan akal: “Afalaa tatafakarun?” (kenapa kamu tidak berfikir?), “Afalaa ta’qilun?” (Tidakkah kamu menggunakan akal?) dll. Ali bin Abi Thalib berkata: “Addinu ‘aqlun la dina liman la aqla lahu” (Agama itu akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal). Menggunakan dan memaksimalkan penggunakan akal fikiran berarti memaksimalkan kemanusiaan kita dan mensyukuri anugrah Tuhan berupa otak yang super canggih. Penggunaan akal fikiran dalam kehidupan dilakukan untuk mencari kebenaran, mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk memajukan kualitas kehidupan, untuk memajukan peradaban. Pengembangan akal fikiran dilakukan untuk menguatkan agama, untuk mempertebal keyakinan, untuk merenungkan keagungan ciptaan Tuhan. Jadi, semakin maju akal fikiran, semakin berkembang ilmu pengetahuan, semakin tinggi peradaban harus semakin meningkatkan kesadaran akan kebesaran Tuhan dan kemudian bersikap rendah hati merasakan ketakberartian dihadapan Maha Besarnya kekuasaan Tuhan. Bukan sebaliknya, semakin angkuh dan sombong dan meninggalkan agamanya. Kecuali, agama itu tidak berkualitas, tidak lengkap (misalnya hanya ritual atau hanya spiritual saja). Ada agama yang menurut penganutnya saja tidak logis atau tidak rasional, memasung akal pikiran dan tidak mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Bila seseorang menyatakan penemuan ilmu pengetahuan yang berlawanan dengan doktrin pemimpin agamanya, ia dibunuh dan dibakar. Dalam Islam, itu tidak pernah terjadi. Malah, Islam menurut pengakuan semua pemeluknya, siapapun, sangat menghargai akal pikiran dan penemuan ilmu pengetahuan setinggi apapun yang dijamin tidak akan bertentangan dengan ajaran Islam, malah akan memperkuatnya. Agama yang tidak menghargai akal pikiran dan temuan-temuan ilmiah modern adalah agama yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Agama seperti itu semakin lama akan semakin ditinggalkan pemeluknya seperti sekarang sudah banyak terjadi di dunia Barat.
4. Beunang
(Terasa manfaatnya)
Keempat, ciri kebenaran agama atau agama yang benar itu harus beunang. Beunang itu terasa manfaatnya, terasa kegunaannya, jelas sekali pentingnya. Bila ilmu pengetahuan dan peradaban semakin maju, tapi agama malah semakin tidak dirasakan manfaatnya, semakin banyak ditinggalkan pemeluknya, itu bukan agama yang benar. Agama yang benar itu harus membimbing umat manusia hingga akhir zaman, hingga ilmu pengetahuan dan peradaban maju setinggi-tingginya. Agama harus berperan membimbing umat manusia dan mengarahkan kehidupan agar kemajuan umat manusia tetap terjaga, terkontrol, tidak semena-mena atau sewenang-wenang. Agama harus mampu menampung korban-korban kemajuan zaman, meneguhkannya, menyembuhkannya, menguatkannya dan seterusnya. Ucapan terkenal Albert Einstein memperkuat peranan agama yang benar: ”Science without religion si lame, religion without science is blind” (Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta).
5. Baranang
(Memberikan petunjuk)
Terakhir, ciri kebenaran agama itu adalah baranang, yaitu menerangi, memberikan petunjuk, memberikan cahaya kebenaran. Semakin agama itu dipelajari semakin menerangi pemeluknya, semakin mencerahkan, semakin menguatkan keyakinan. Ada agama yang semakin dipelajari pemeluknya secara rasional semakin tak masuk akal dan kemudian ditinggalkan. Dengan baranang, masyarakat yang bodoh jadi pintar, yang salah jadi benar, yang berada dalam kegelapan menjadi terang benderang, yang sesat menjadi berada dalam jalan yang lurus, berada dalam petunjuk dan kebenaran. Demikian pula, yang kasar menjadi lembut hatinya, yang biadab menjadi santun, menjadi mengenal etika dan berakhlak mulia, yang berdosa jadi taubat dan seterusnya. Itulah maksud baranang. Itulah ciri kebenaran agama. Karena itu, bila ada agama yang mempertahankan kebodohan, memasung pemeluknya dari menemukan kebenaran, tidak membuat yang jahat jadi sadar, yang tersesat jadi lurus, yang bodoh jadi maju dan sebagainya, maka itu bukan agama yang benar.[] (Endang Somalia dan Moeflich Hasbullah, Kitab Paradigma Hikma Lima)
artikel ini disalin lengkap dari: https://moeflich.wordpress.com/2015/07/13/inilah-ciri-ciri-agama-yang-benar/
halaman utama website: https://moeflich.wordpress.com/
jika mencari artikel yang lebih menarik lagi, kunjungi halaman utama website tersebut. Terimakasih!
Bisakah kebenaran agama didialogkan? Sangat bisa!! Selama ini, “semua orang” menganggap tidak bisa. Caranya, jangan bicara keyakinan tapi bicara kelogisan, pemahaman dan akal sehat. Di bawah ini adalah lima ciri agama yang benar dalam kehidupan yang bisa dimengerti dan diterima oleh semua orang dan semua penganut agama. Agama yang benar mengandung lima ciri di bawah ini. Bila tidak mengandung lima ciri ini, agama itu diragukan kebenarannya atau diragukan bahwa ia ciptaan Tuhan untuk manusia. Sebenarnya, tulisan ini bukan bahan diskusi atau untuk didiskusikan tapi lebih sebagai pengajaran, seperti seorang mursyid mengajarkan kebenaran pada murid-muridnya atau kyai pada santri-santrinya. Lima istilah kuncinya adalah Bahasa Sunda karena begitulah yang diajarkan guru saya pada saya, tapi tentu saya terjemahkan. Bila saya mengutip pernyataan-pernyataan dari Islam, itu karena dalam Islam saya menemukan ayat-ayat dan hadits yang menunjang penjelasan ini. Lima ciri kebenaran agama atau agama yang benar itu adalah:
1. Gampang
(Mudah dikerjakan)
Ciri pertama kebenaran agama atau agama yang benar adalah gampang. Agama yang benar harus tidak sulit dilaksanakan oleh pemeluknya. Gampang itu artinya mudah, tidak rumit dan tidak menyulitkan. Agama itu harus mudah agar pemeluknya sanggup malaksanakan ajarannya sesuai fitrah dan kemampuannya sebagai manusia. Mungkinkah Tuhan menurunkan agama yang sulit diikuti manusia? Jelas tidak mungkin. Jadi, ciri agama yang benar harus gampang. Adalah tidak logis Tuhan membuat agama yang sulit dan menyulitkan. Dalam hal ini, Allah SWT menyatakan, Islam adalah agama yang mudah. Misalnya, Allah SWT menyatakan Al-Qur’an itu telah dimudahkan untuk mengambil pelajaran. Ungkapan ini diulang tiga kali dalam redaksi bahasa yang sama, surat yang sama dalam tiga ayat yang berbeda: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qamar: 17, 32, 40). Kemudian, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya [puasa] dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (Al-Baqarah: 185). Karena agama yang benar itu cirinya gampang melaksanakan ajarannya, maka logikanya, bila ada agama yang menyulitkan pemeluknya berarti bukan agama yang benar. Itu pasti ciptaan manusia, bukan ajaran Tuhan. Biasanya, yang menyulitkan atau membuat sulit urusan itu memang manusia. Urusan dengan Tuhan itu gampang. Karena Tuhan yang menciptakan manusia dan agar agama-Nya diikuti dan dilaksanakan manusia, maka pasti ajaran Tuhan itu gampang.
2. Hampang
(Ringan dibawa)
Sebagai kelanjutan dari gampang, maka ciri kebenaran agama yang kedua adalahhampang (ringan). Ringan membawanya kemana-mana, tidak berat dan merepotkan. Sejarawan ahli Indonesia dan Asia Tenggara, Anthony Reid dalam buku masyhurnya Southeast Asia in the Age of Commerce, Volume Two: Expansion and Crisis (1993), ketika menganalisis suksesnya Islamisasi di Asia Tenggara misalnya menyebutkan bahwa salah satu faktor mudahnya Islam diterima penduduk pribumi adalah aspek ”portability of Islam” (ringannya Islam dijinjing atau dibawa-bawa kemana-mana). Misalnya, pelaksanaan penyembahan kepada Tuhan yaitu shalat. Shalat bisa dikerjakan dimana-mana: bisa di perjalanan, di bawah pohon, di lapangan, di gedung, di kapal laut, di kapal udara, dalam bis dll, tidak harus di masjid. Shalat juga tidak mengeluarkan biaya, fleksibel, bisa disesuaikan dengan kondisi. Bisa berdiri, duduk atau berbaring. Sangat mudah. Masuk Islam juga mudah, bisa di mana saja. Cukup sadar, yakin dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Proses pengampunan dosa juga sangat mudah. Cukup dengan sadar diri, menyesali dosa, bersungguh-sungguh tidak mengulanginya lagi. Selesai. Dosa terampuni. Dengan semua ini, agama menjadi hampang, ringan saja, tidak berat melaksanakan dan membawanya kemana-mana. Allah SWT menegaskan, Islam adalah agama yang ringan. Nabi Muhammad SAW sendiri dalam haditsnya: “Sesungguhnya Islam itu agama yang ringan. Barangsiapa memperberat, maka ia akan dikalahkan oleh agama. Oleh karena itu kerjakanlah agama menurut semestinya atau mendekati semestinya dan bergembiralah serta beribadahlah (dengan memohon pertolongan Allah), di waktu pagi, petang dan sebagian malam.” (HR. Bukhari)
3. Nimbang
(Menghargai akal fikiran)
Ciri kebenaran agama yang ketiga adalah nimbang. Nimbang adalah membuat pertimbangan yaitu kegiatan berfikir, merenung menganalisis dengan menggunakan akal fikiran. Dengan kata lain, agama yang benar adalah yang mendorong pengembangan akal fikiran. Bukan malah memasungnya. Akal adalah ciptaan dan anugrah Tuhan, maka akal juga harus digunakan dalam agama dan kehidupan. Disini lagi-lagi, Islam adalah agama yang tegas menyatakan keharusan penggunaan akal dalam beragama untuk berfikir. Islam sangat menghargai akal dan menempatkan akal ditempat yang penting dan terhormat. Dalam Al-Qur’an bertebaran pernyataan Allah SWT untuk menggunakan akal: “Afalaa tatafakarun?” (kenapa kamu tidak berfikir?), “Afalaa ta’qilun?” (Tidakkah kamu menggunakan akal?) dll. Ali bin Abi Thalib berkata: “Addinu ‘aqlun la dina liman la aqla lahu” (Agama itu akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal). Menggunakan dan memaksimalkan penggunakan akal fikiran berarti memaksimalkan kemanusiaan kita dan mensyukuri anugrah Tuhan berupa otak yang super canggih. Penggunaan akal fikiran dalam kehidupan dilakukan untuk mencari kebenaran, mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk memajukan kualitas kehidupan, untuk memajukan peradaban. Pengembangan akal fikiran dilakukan untuk menguatkan agama, untuk mempertebal keyakinan, untuk merenungkan keagungan ciptaan Tuhan. Jadi, semakin maju akal fikiran, semakin berkembang ilmu pengetahuan, semakin tinggi peradaban harus semakin meningkatkan kesadaran akan kebesaran Tuhan dan kemudian bersikap rendah hati merasakan ketakberartian dihadapan Maha Besarnya kekuasaan Tuhan. Bukan sebaliknya, semakin angkuh dan sombong dan meninggalkan agamanya. Kecuali, agama itu tidak berkualitas, tidak lengkap (misalnya hanya ritual atau hanya spiritual saja). Ada agama yang menurut penganutnya saja tidak logis atau tidak rasional, memasung akal pikiran dan tidak mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Bila seseorang menyatakan penemuan ilmu pengetahuan yang berlawanan dengan doktrin pemimpin agamanya, ia dibunuh dan dibakar. Dalam Islam, itu tidak pernah terjadi. Malah, Islam menurut pengakuan semua pemeluknya, siapapun, sangat menghargai akal pikiran dan penemuan ilmu pengetahuan setinggi apapun yang dijamin tidak akan bertentangan dengan ajaran Islam, malah akan memperkuatnya. Agama yang tidak menghargai akal pikiran dan temuan-temuan ilmiah modern adalah agama yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Agama seperti itu semakin lama akan semakin ditinggalkan pemeluknya seperti sekarang sudah banyak terjadi di dunia Barat.
4. Beunang
(Terasa manfaatnya)
Keempat, ciri kebenaran agama atau agama yang benar itu harus beunang. Beunang itu terasa manfaatnya, terasa kegunaannya, jelas sekali pentingnya. Bila ilmu pengetahuan dan peradaban semakin maju, tapi agama malah semakin tidak dirasakan manfaatnya, semakin banyak ditinggalkan pemeluknya, itu bukan agama yang benar. Agama yang benar itu harus membimbing umat manusia hingga akhir zaman, hingga ilmu pengetahuan dan peradaban maju setinggi-tingginya. Agama harus berperan membimbing umat manusia dan mengarahkan kehidupan agar kemajuan umat manusia tetap terjaga, terkontrol, tidak semena-mena atau sewenang-wenang. Agama harus mampu menampung korban-korban kemajuan zaman, meneguhkannya, menyembuhkannya, menguatkannya dan seterusnya. Ucapan terkenal Albert Einstein memperkuat peranan agama yang benar: ”Science without religion si lame, religion without science is blind” (Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta).
5. Baranang
(Memberikan petunjuk)
Terakhir, ciri kebenaran agama itu adalah baranang, yaitu menerangi, memberikan petunjuk, memberikan cahaya kebenaran. Semakin agama itu dipelajari semakin menerangi pemeluknya, semakin mencerahkan, semakin menguatkan keyakinan. Ada agama yang semakin dipelajari pemeluknya secara rasional semakin tak masuk akal dan kemudian ditinggalkan. Dengan baranang, masyarakat yang bodoh jadi pintar, yang salah jadi benar, yang berada dalam kegelapan menjadi terang benderang, yang sesat menjadi berada dalam jalan yang lurus, berada dalam petunjuk dan kebenaran. Demikian pula, yang kasar menjadi lembut hatinya, yang biadab menjadi santun, menjadi mengenal etika dan berakhlak mulia, yang berdosa jadi taubat dan seterusnya. Itulah maksud baranang. Itulah ciri kebenaran agama. Karena itu, bila ada agama yang mempertahankan kebodohan, memasung pemeluknya dari menemukan kebenaran, tidak membuat yang jahat jadi sadar, yang tersesat jadi lurus, yang bodoh jadi maju dan sebagainya, maka itu bukan agama yang benar.[] (Endang Somalia dan Moeflich Hasbullah, Kitab Paradigma Hikma Lima)
artikel ini disalin lengkap dari: https://moeflich.wordpress.com/2015/07/13/inilah-ciri-ciri-agama-yang-benar/
halaman utama website: https://moeflich.wordpress.com/
jika mencari artikel yang lebih menarik lagi, kunjungi halaman utama website tersebut. Terimakasih!
No comments:
Post a Comment