‘Goldilocks dan Tiga Beruang’ adalah
dongeng tentang seorang anak yang rewel. Dia tidak suka buburnya
terlalu manis, seperti bayi beruang, ataupun terlalu asin, seperti papa
beruang. Dia tidak senang tempat tidurnya terlalu lembut ataupun terlalu
keras. Dia menyukai yang sedang-sedang saja, seperti mama beruang:
pokoknya yang pas deh.
Karena mirip dengan dongeng itu, kita
menyebut daerah di sekeliling bintang, yang bertemperatur ‘pas’ untuk
bisa ada air, dengan nama ‘Zona Goldilocks’. Zona ini tidak terlalu
dingin yang bisa menyebabkan air membeku, dan juga tidak terlalu panas
yang bisa menguapkan air. Keadaan yang demikian cocok untuk adanya
kehidupan! Coba lihat gambar kedua. Pita biru menunjukkan Zona
Goldilocks di Tata Surya kita. Untuk bintang yang lebih panas, zona
tersebut akan berada lebih jauh dari si bintang, sedangkan untuk bintang
yang lebih dingin, Zona Goldilocks berada lebih dekat.
Nah, astronom baru saja menemukan sistem
keplanetan tetangga Tata Surya yang memecahkan rekor sejarah penemuan
planet di luar Tata Surya. Bintang tetangga bernama Gliese 667C
mempunyai setidaknya enam planet yang mengorbitnya. Tiga di antara enam
planet tersebut duduk dengan nyaman di Zona Goldilocks! Belum pernah ada
sebelumnya planet sebanyak ini ditemukan mengorbit bintang yang sama
dan juga berpotensi mengandung air. Jika kita bisa menemukan planet
‘Goldilocks’ sebanyak ini di setiap bintang, maka jumkah planet yang
kemungkinan dihuni makhluk hidup di galaksi kita jauh lebih banyak
daripada yang kita duga. Dan begitu juga dengan kemungkinan menemukan
bentuk kehidupan lain!
Fakta menarik : Tiga
betul-betul angka ajaib bagi Gliese 667C. Tidak saja mempunyai tiga
planet ‘Goldilocks’ mengorbitnya, bintang itu juga anggota dari sistem
bintang triple. Kalau saja ada kehidupan di salah satu planet tersebut,
mereka akan melihat di angkasa dua bintang lainnya itu sebagaimana kita
melihat bulan di langit kita.
PEMBAHASAN
Saat saya masih duduk di bangku kelas
dua, guru saya menyatakan sesuatu yang sungguh mengguncang diri saya.
Saya masih tetap ingat setelah bertahun-tahun. Ia berkata, “Tuhan sangat
mencintai Bumi sehingga Ia menempatkannya di tempat yang tepat dari
Matahari — Tidak terlalu jauh atau samudra akan membeku dan tidak
terlalu dekat atau samudra akan menguap.” Bagi saya ini adalah suatu
pencerahan. Saya berpikir, “Itu benar – Bumi berada pada jarak yang
tepat dari Matahari!”. Ini merupakan pengamatan yang luar biasa, pertama
kalinya saya menghadapi argumen astronomis. Saya rasa pernyataannya ada
benarnya, karena Mars merupakan gurun yang beku, dan Venus panas
membara. Maka Bumi berada dalam Zona Goldilock, jarak yang tepat dari
Matahari, yang mampu mendukung kehidupan.
Namun saat ini saya dapat menanggapi
pendapat guru kelas dua saya dari sudut pandang yang berbeda. Kini
astronom telah menemukan lebih dari 500 planet yang mengelilingi bintang
lain, dan planet-planet tersebut terlalu dekat atau terlalu jauh dari
bintang yang mereka kitari. Sebagian besar planet tersebut (kita kira)
tidak dapat mendukung kehidupan.
Tetapi sekarang kosmolog menghadapi
paradoks ini lagi, tetapi dari sudut pandang kosmis. Ternyata parameter
dasar jagad raya tampak “dirancang”. Contohnya, jika gaya nuklir lebih
kuat, matahari akan terbakar habis miliaran tahun lalu, dan jika lebih
lemah, pembakaran di matahari tidak akan terjadi. Gaya nuklirnya
dirancang dengan tepat. Demikian pula, jika gravitasi lebih kuat, jagad
raya akan hancur dalam “big crunch”; dan jika lebih lemah, semuanya akan membeku dalam “big freeze”. Gaya gravitasi dirancang dengan tepat.
Maka muncullah pertanyaan, berapa banyak zona Goldilock yang ada? Jika
Anda mulai menghitungnya, Anda akan segera menyadari bahwa ada sangat
banyak, dan itu akan mengejutkan Anda. Padahal peluang jagad raya kita
ditempatkan secara acak dalam banyak zona Goldilock pernah dibandingkan
dengan pesawat jet yang dihancurkan berkeping-keping oleh tornado dan
lalu tiba-tiba tersusun kembali secara kebetulan.
Paradoksnya adalah: mengapa jagad raya
kita berada pada banyak zona Goldilock? Beberapa teolog berpikir begitu. Mereka tidak
dapat percaya bahwa jagad raya kita hanyalah suatu kebetulan.
Seolah-olah jagad raya tahu bahwa kita akan muncul.
Namun ada penafsiran lain. Dengan cara
yang sama seperti astronom yang menemukan lebih dari 500 tata surya
(mati), mungkin terdapat miliaran jagad raya lain, yang sebagian besar
tidak layak untuk kehidupan. Jagad raya kita itu luar biasa, dalam arti
karena memungkinkan kehidupan bagi orang yang dapat memikirkan
pertanyaan ini. Di sebagian jagad raya yang lain, tidak ada kehidupan
cerdas yang menanyakan pertanyaan ini. Di jagad raya yang lain, gaya
nuklir, gaya gravitasi, dll, terlalu kuat atau terlalu lemah untuk
mendukung kehidupan. Jadi kita beruntung karena tinggal di jagad raya
yang dapat mendukung kehidupan.
Ada dua paham yang bisa dipertimbangkan
dan selaras dengan pemahaman kita terhadap jagad raya saat ini. Yang
pertama adalah prinsip Copernicus dan yang lainnya adalah prinsip
Anthropic . Prinsip Copernicus menyatakan bahwa tidak ada yang luar
biasa dari manusia atau tempat kita di jagad raya. Tidak ada yang luar
biasa dari keberadaan kita karena kita berada di antara miliaran bintang
dan mungkin jutaan planet. Kita lemah dan tidak penting. Prinsip
Anthropic merupakan kebalikannya, yang menyatakan bahwa kita memang luar
biasa, sangat luar biasa sehingga kita berada di antara segelintir
jagad raya yang memunyai kehidupan cerdas.
Ternyata pertanyaan-pertanyaan filosofis
tersebut masih bersangkut paut dengan perdebatan mengenai teori dawai.
Teori dawai diharapkan menjadi teori keseluruhan yang dapat menyatukan
semua hukum fisika. Namun kelemahan teori dawai adalah teori tersebut
punya banyak penyelesaian yang mungkin, bahkan dalam jumlah yang tak
terbatas. Teori dawai merupakan teori jagad raya, sehingga mungkin
jumlah jagad raya lain tidak terbatas. Jika benar, maka jagad raya
manakah yang kita huni? Tampaknya teori dawai tak dapat memperkirakan
jagad raya mana yang kita huni, karena tidak ada asas untuk
membedakannya.
Contohnya, jumlah energi gelap di jagad
raya sangatlah besar, sekitar 73% semua materi/energi di jagad raya.
Teori dawai dapat dengan mudah menghasilkan energi gelap. Namun teori
tersebut dapat menghasilkan jagad raya lain yang jumlahnya tidak
terbatas dengan jumlah energi gelap yang berbeda. Maka di jagad raya
yang manakah kita berada?
Ada satu mazhab yang menyatakan bahwa
teori dawai, ditambah prinsip Anthropic, dapat memperkirakan ciri jagad
raya, sehingga semuanya baik-baik saja. Ini membuat ilmuwan gelisah
(prinsip Anthropic tidak tampak seperti prinsip ilmiah, karena tidak
dapat memrediksi). Namun mungkin ini merupakan jawaban akhir. Teori
dawai memperkirakan jagad raya lain yang jumlahnya tidak terbatas,
tetapi kita perlu prinsip Anthropic untuk menentukan di jagad raya yang
manakah kita.
artikel ini disalin lengkap dari: https://skepticalinquirer.wordpress.com/2014/05/17/zona-goldilocks-prinsip-antropic-kosmologis/
halaman utama website: https://skepticalinquirer.wordpress.com/
jika mencari artikel yang lebih menarik lagi, kunjungi halaman utama website tersebut. Terimakasih!
No comments:
Post a Comment