Arwana
mulai diperkenalkan oleh dua ilmuwan Jerman yang bernama Muller dan
Schlegel pada tahun 1845. Keduanya mengenalkan arwana dengan nama latin Osteoglossum formosum.
Pada tahun 1913, dua ilmuwan ahli zoologi Belanda, Max Weber dan L.F.
de Beaufort berpendapat lain. Keduanya memasukkan arwana ke dalam marga
(genus) Schlerophages dan spesies formosus.
Karena itu, ikan naga ini
kini lebih dikenal dengan nama latin Schlerophages formosus. Pada tahun 1864, Albert Gunther ilmuwan Inggris kelahiran Jerman memperkenalkan arwana Schelorophages leichardti.
Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1892, seorang naturalis dan
entomologis (ahli serangga) dari Inggris, Saville-Kent, mengumumkan
kepada khalayak mengenai Sclerophages jardini. Selanjutnya, pada tahun 1966, arwana Osteoglossum ferreirai (arwana hitam perak) ditemukan oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Kanazawa di perairan Brasil (Apin, 2005).
Arwana
termasuk salah satu jenis ikan yang banyak digemari oleh hobiis ikan
hias di dalam maupun di luar negeri. Tingginya minat hobiis untuk
memilikinya membuat arwana semakin populer. Arwana atau disebut juga
arowana merupakan jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Brasil dan
termasuk dalam genus Osteoglossum. Di Indonesia terdapat beberapa jenis
ikan yang masih satu kerabat dan sangat mirip dengan arwana dari
Brazil. Di daerah asalnya, ikan tersebut dikenal sebagai induk siluk,
kaleso, peyang, tengkuso, atau tangkalesa. Di perdagangan internasional,
arwana Indonesia disebut Asiatic Arwana (Hartono, 2002).
Di
Indonesia, awalnya arwana tidak dikenal sebagi ikan hias komersial. Di
beberapa daerah, seperti Pontianak, Banjarmasin, Riau, dan Jambi, ikan
ini banyak diburu masyarakat untuk ikan konsumsi yang lezat. Setelah
dekasi 1980-an, arwana baru dikenal masyarakat sebagai ikan ikan hias
berkelas dengan harga relatif mahal. Sejak itu pula, arwana mulai marak
diburu orang untuk diperjualbelikan sebagi komoditas ikan hias
komersial. Keindahan arwana-arwana asli Indonesia ini kemudian mulai
tersohor ke berbagai mancanegara. Karenanya, permintaan ekspor pun
meningkat dan keberadan spesies purba ini semakin dikhawatirkan.
Padahal, jauh sebelumnya, yakni pada tahun 1969, Organisasi Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati Dunia atau International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memasukkan Sclerophages formosus ke dalam Red Data Book (Apin, 2005).
Ikan arwana (Scleropagus sp.)
termasuk ikan khas perairan tawar Indonesia yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan merupakan salah satu komoditi perikanan yang
berprospek pasar sangat baik di dalam dan luar negeri. Awalnya,
pemanfaatan arwana di alam oleh masyarakat adalah sebagai ikan konsumsi.
Namun kemudian, dieksploitasi besar-besaran menyusul permintaan pasar
yang tinggi, sejak ikan ini dikenal sebagai ikan hias berkelas dengan
harga mahal. Berdasarkan hasil penelitian, populasi ikan arwana
mengalamai penurunan drastis di habitat alaminya, karena kondisi habitat
yang menurun, semakin kurangnya lokasi pemijahannya (spawning ground), serta eksploitasi oleh masyarakat dalam segala tingkatan umur (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).
Arwana termasuk fauna langka, bahkan dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal sebagai survival ikan purba. Sejak tahun 1969, arwana telah tercatat dalam Red Data Book yang
dikeluarkan oleh Organisasi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dunia
(IUCN) sebagai salah satu fauna langka di dunia. Dalam konvensi
intersional yang mengatur perdagangan flora dan fauna langka, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)
mengatagorikan arwana sebagai Apendix I yang berarti langka. Di
Indonesia, arwana pun telah dilindungi oleh pemerintah dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980
(Hartono, 2007).
BIOGEOGRAFI IKAN ARWANA
Arwana
atau Arowana (familia Osteoglossidae) merupakan ikan air tawar purba
yang tersebar di seluruh dunia, mulai dari Afrika, Asia Tenggara,
Australia hingga Amerika Selatan. Studi genetik dan temuan fosil
menunjukkan, ikan ini setidaknya telah hidup di bumi sejak 220 juta
tahun yang lalu. Sebagai ikan purba, arwana memiliki karakter fisik yang
unik. Kepala umumnya bertulang kokoh, dengan tubuh memanjang,
berselubung sisik besar dan saling bertumpuk membentuk suatu mosaik yang
indah. Sirip punggung dan sirip anal terletak jauh di belakang tubuh.
Sirip dada dan perut berukuran kecil (Dodi, 2011).
Arwana
termasuk jenis ikan pemakan daging (karnivora). Secara umum, lingkungan
hidupnya di perairan yang memiliki suhu antara 24-300 C
dengan pH air sedikit asam sampai normal, yaitu 6,5-7,5. Ukurannya pun
bervariasi, tergantung spesiesnya. Ikan arwana termasuk dalam ordo
Malacopterygii dengan famili Osteoglossidae (ikan-berlidah-tulang).
Untuk tingkatan di bawah famili, ada empat genus (marga) yang merupkan
kerabat besar ikan arwana, yaitu Osteoglossum, Arapaima, Clupisudis, dan
Scleropages (Hartono, 2002).
Arwana
termasuk ikan karnivor yang mendiami habitat sungai dan danau berair
tenang. Kadang-kala juga ditemukan di riam yang berarus kuat. Daerah
tepian sungai yang ditumbuhi banyak pohon hutan dengan akar yang
terjulur di dalam air dan dedaunan yang rimbun di atasnya, menjadi
habitat favorit bagi Arwana. Habitat tersebut umumnya menyediakan banyak
makanan dan daerah perlindungan yang baik. Sebagai predator khusus
permukaan air, keluarga ikan Arwana sangat pandai melompat ke udara
untuk mengejar mangsa yang terdiri dari serangga, reptil dan burung.
Arwana juga memiliki kemampuan yang baik dalam memperhitungkan posisi
mangsa yang terletak di atas permukaan air. Hal ini tidak mudah, sebab
harus memperhitungkan sudut pandang yang “bergeser” akibat pembiasan
cahaya. Tidak seperti ikan pada umumnya, Arwana hanya bernapas dengan
cara langsung mengambil oksigen dari udara/permukaan air (Dodi, 2011).
Perbedaan
antara jenis warna arwana dihitung antara Pliosen akhir ke era
Pleistosen akhir. Ini diyakini bahwa arwana tersebar di Asia Tenggara
saat Sundaland dibentuk. Fluktuasi permukaan laut selama Pleistosen
dipisahkan pulau-pulau Indonesia dengan Tenggara Asia daratan dan
menyebabkan arwana untuk menyimpang ke strain yang berbeda (Muniadi,
2004).
Bagi
para hobiis dan penangkar ikan hias, salah satu bagian tubuh yang
sangat penting dan seringkali menentukan kualitas ikan Arwana adalah
kondisi sisik, terutama dilihat dari kesempurnaan bentuk sisik dan
warnanya. Satu sisik Arwana memiliki warna utama yang disebut warna
dasar (base color). Warna dasar ini biasanya dikelilingi oleh
warna lain yang lebih gelap/pudar, berpola melingkar/cincin yang
disebut cincin kedua. Sedangkan pola warna cincin yang terdapat pada
bagian paling luar atau paling tepi dari sisik disebut cincin pertama.
Sisik arwana dibagi menjadi 6 level (tingkat/baris) yang mulai dihitung
dari arah badan bagian bawah ke atas. Level atau baris sisik pertama
terdapat pada bagian perut, baris sisik yang terletak di atas perut di
sebut level kedua, demikian seterusnya hingga level 6 yang berada pada
bagian paling atas (Dodi, 2011).
Beberapa
tahun belakangan ini, ikan arwana sudah termasuk jenis ikan budidaya
karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Setelah berumur 5 tahun,
arwana dapat dibiakkan di dalam kolam yang berisi 20-25 ekor. Kualitas
air kolam disesuaikan seperti habitat asli arwana, yaitu pH berkisar
6,5-7,5 dan suhu air 27-290 C. Kondisi air dibuat mengalir.
Untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam air sebaiknya dipasang pompa air
yang berfungsi untuk menghasilkan gelembung-gelembung udara dalam air.
Penggantian air kolam dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartono,
2007).
Secara zoogeografi,
Indonesia memiliki (dua) kelompok jenis ikan, yaitu kelompok ikan
Oriental (Asia) yang merupakan ikan-ikan yang terdapat di Indonesia
bagian Barat, dan kelompok Australian yang banyak terdapat di Indonesia
bagian Timur (Papua). Jenis ikan di bagian Timur berkerabat dekat dengan
jenis ikan di Australia, karena berasal dari lempeng bumi yang sama,
yaitu lempeng Gondwana. Sedangkan jenis ikan di Indonesia bagian Barat
berasal dari lempeng Eurasia (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).
SISTEMATIKA IKAN ARWANA
Tabel 1. Klasifikasi Ikan Arwana dan Habitat Aslinya (Hartono, 2002)
Kingdom
|
Animalia
| |
Phylum
|
Chordata
| |
Kelas
|
Pisces
| |
Ordo
|
Malacopterygii
| |
Famili
|
Osteoglossidae (ikan-berlidah-tulang)
| |
Genus
|
Spesies
|
Habitat Asal
|
Osteoglossum
|
Osteoglossum bichirrosum
Osteoglossum ferrerai
|
Amazon, Amerika Selatan (Brazil)
Brazil (Rio Negro)
|
Arapaima
|
Arapaima gigas
|
Amazon, Amerika Selatan, Australia, Bagian-bagian pulau Indo-Australia
|
Clupisudis
|
Clupisudis niloticus
|
Amazon, Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Barat
|
Scleropages
|
Scleropages formous
Scleropages guntheri
Scleropages jardani
Scelopages leichardi
|
Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia (Kalimantan Barat, Jambi, Riau, dan Lampung)
Filipina
Australia dan Papua Nugini
Australia (Queensland, Papua Nugini, dan Indonesia (Irian Jaya)
|
Genus Scleropages terdiri dari empat spesies, yaitu Scleropages formous (Malayan Bonytongue), Scleropages guntheri, Scleropages jardani (Northen Spotted Barramundi), dan Scleropages leichardi (Spotted Barramundi). Osteoglossum terdiri dari dua spesies, yaitu Osteoglossum Bicirrhosum (Silver Arwana Brazil) dan Osteoglossum ferreirai (Black Arwana Brazil). Untuk genus Clupisudis maupun Arapaima masing-masing terdiri dari satu spesies, yaitu Clupisudis niloticus (Nile Arwana) dan Arapaima gigas atau Piracucu (Hartono, 2002).
MORFOLOGI IKAN ARWANA
Sebagai
ikan purba, arwana memiliki karakter fisik yang unik. Kepala umumnya
bertulang kokoh, dengan tubuh memanjang, berselubung sisik besar dan
saling bertumpuk membentuk suatu mosaik yang indah. Sirip punggung dan
sirip anal terletak jauh di belakang tubuh. Sirip dada dan perut
berukuran kecil. Bagi para hobiis dan penangkar ikan hias, salah satu
bagian tubuh yang sangat penting dan seringkali menentukan kualitas ikan
Arwana adalah kondisi sisik, terutama dilihat dari kesempurnaan bentuk
sisik dan warnanya. Satu sisik Arwana memiliki warna utama yang disebut
warna dasar (base color). Warna dasar ini biasanya dikelilingi
oleh warna lain yang lebih gelap/pudar, berpola melingkar/cincin yang
disebut cincin kedua. Sedangkan pola warna cincin yang terdapat pada
bagian paling luar atau paling tepi dari sisik disebut cincin pertama.
Sisik arwana dibagi menjadi 6 level (tingkat/baris) yang mulai dihitung
dari arah badan bagian bawah ke atas. Level atau baris sisik pertama
terdapat pada bagian perut, baris sisik yang terletak di atas perut di
sebut level kedua, demikian seterusnya hingga level 6 yang berada pada
bagian paling atas (Dodi, 2011).
Ciri
unik lainnya dari arwana adalah adanya semacam pelat tulang yang
ditumbuhi gigi dan terletak di lantai bawah mulut. Pelat tulang ini
berbentuk seperti lidah, sehingga arwana seringkali disebut sebagai ikan
berlidah tulang (bonytongue fish) seperti tampak pada Gambar 2
di atas. Arwana mampu melompat hingga 2 meter di udara. Bahkan, arwana
mampu menangkap kelelawar besar yang terbang rendah di permukaan air.
Kemampuan melompat Arwana mungkin hanya dapat ditandingi oleh “jumper master” lainnya, yaitu ikan salmon yang kembali ke hulu sungai untuk bertelur (Dodi, 2011).
Tabel 2. Morfologi Ikan Arwana Berdasarkan Kelamin (Hartono, 2007)
Organ
|
Arwana Jantan
|
Arwana Betina
|
Tubuh
|
Lebih Panjang dan ramping
|
Lebih pendek, lebar dan agak gemuk
|
Kepala dan mulut
|
Kepala tampak besar dan mulutnya agak lebar karena mengerami telur dalam mulutnya
|
Kepala tampak meruncing dan mulut lebih kecil
|
Toraks (dada)
|
Lebih panjang
|
Lebih pendek
|
Sirip dada
|
Lebih panjang
|
Lebih pendek
|
Sirip dorsal
|
Menyempit
|
Melebar
|
Membedakan
jenis kelamin ikan arwana termasuk gampang-gampang susah, karena tidak
adanya ciri kelamin sekunder khusus yang dimiliki oleh jantan dan
betina. Salah satu cara membedakan jantan dan betina Arwana mungkin
dapat dilakukan dengan membandingkan lebar penutup insang atau operculum
(Dodi, 2011).
Ikan
arwana termasuk ikan hias yang cukup besar bila dipelihara dalam
akuarium. Secara umum memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali, yaitu :
badan pipih memanjang, punggung hampir lurus mendatar mulai dari moncong
sampai pangkal sirip punggung. Mulutnya lebar dan miring atau menghadap
ke atas. Pada dagunya terdapat dua sungut yang besar. Sisiknya lebar
dan kasar serta dihiasi oleh garis-garis (BP4K Kab. Sukabumi, 2011).
KEBIASAAN MAKAN IKAN ARWANA
Arwana
termasuk jenis ikan pemakan daging (karnivora). Organisme yang
disukainya adalah kodok, udang, kelabang, benih ikan konsumsi, dan ikan
hias berukuran kecil seperti guppy dan molly. Kodok merupakan jenis
pakan alami yang cukup baik. Adapun kebiasaan makan ikan arwana adalah
sore hari pada saat sinar matahari tidak terlalu panas dan tidak
menyilaukan sehingga arwana akan naik ke permukaan air untuk makan
(Hartono, 2007).
Pada
anakan arwana, kegiatan memakan mulai aktif setelah kuning telur yang
menempel di tubuh larva habis atau ketika berumur 3-5 hari. Pemberian
pakan dimulai satu minggu setelah cadangan makanan habis. Benih diberi
pakan berupa ikan guppy atau udang yang masih kecil dengan ukuran 1-2 cm
(Hartono, 2002).
Arowana
adalah termasuk ikan jenis predator. Maka tidak heran jika arowana juga
bisa memakan sesama ikan seprti ikan komet, ikan mas dan ikan-ikan
kecil lainnya yang ukurannya lebih kecil darinya dan memiliki tubuh
memanjang, lunak & tidak berduri. Arowana juga memakan jangkrik,
udang tawar, kodok, kelabang, kadal, belalang, ulat dan cicak. Untuk
arowana usia muda, ukuran 10-15 cm, berikan pakan berupa ulat hongkong
yang di kombinasi dengan jangkrik muda berukuran tidak lebih dari 1 cm.
Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan malam.
Jangan memberi makan terlalu banyak, cukup 3-4 ekor ulat dan 1 ekor
jangkrik setiap kali makan agar pencernaan bekerja normal. Arowana
ukuran kecil cenderung lebih rakus. Maka jika makanan yang diberikan
tidak dikontrol dapat terjadi arowana tersedak / makanan dimuntahkan
lagi / kerusakan pada pencernaan. Untuk
arowana ukuran 15-25 cm, cukup dengan memperbanyak porsi makannya dan
mengganti kombinasi menu menjadi ulat jerman/ulat bambu dan jangkrik.
Sesekali bisa diselingi dengan kodok, dengan catatan kodok yang
berukuran maksimal 2.5 cm (Anonymous, 2007).
REPRODUKSI IKAN ARWANA
Pemijahan
merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma
oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan. Pemijahan merupakan
salah satu bagian dari proses siklus hidup arwana dalam menentukan
kelangsungan hidupnya (Hartono, 2002).
Perilaku
berbiak Arwana juga tergolong unik. Sebagai orangtua, induk arwana,
tergolong ikan yang bertanggung jawab. Saat musim kawin tiba, telur yang
telah dibuahi akan dijaga oleh kedua induk hingga menetas. Setelah
menetas, juvenil akan ditampung di dalam mulut salah satu induk (Mouth brooder).
Hal ini bertujuan untuk menghindari pemangsaan juvenil arwana oleh
penghuni sungai lainnya. Biasanya tugas ini dilakukan oleh induk jantan.
Saat bayi arwana berukuran sedikit lebih besar, sang jantan akan
melepaskan mereka untuk mengenal lingkungan sekitar. Jika ancaman
marabahaya tiba, sang ayah pun akan memberi sinyal agar arwana kecil
masuk kembali ke dalam mulutnya. Jika kantong kuning telur sudah
mengempis, anak arwana secara naluriah akan terdorong untuk belajar
mencari makan sendiri. Dalam beberapa minggu, anak arwana akan mandiri
dan berpisah dari induknya (Dodi, 2011).
Pemijahan yang terjadi pada induk arwana di dalam kolam pada dasarnya disebabkan oleh faktor dari dalam (endogenus) dan faktor dari luar (exogenus).
Faktor dari dalam terjadi karena adanya pelepasan hormon gonadotropin
(GtH) pada organ target akibat kematangan gonad (sel kelamin) yang
dipengaruhi oleh Gonadodtropin Realising Hormon (GnRH) dan Gonadotropin Realising Inhibiting Hormon (GnRIF).
Sementara faktor dari luar terjadi karena adanya stimuli (rangsangan)
lingkungan seperti curah hujan, suhu, pH, dan kondisi air yang mengalir.
Kematangan gonad dan adanya rangsangan dari lingkungan menyebabkan
terjadinya ovulasi pada induk arwana yaitu pelepasan sel telur oleh
induk betina (Hartono, 2007).
Pemijahan
arwana merupakan reaksi terhadap rangsangan alami yang bersifat sangat
kompleks. Meskipun pemijahan tersebut disebabkan oleh faktor kematangan
kelamin (matang gonad), tetapi yang paling dominan berpengaruh adalah
adanya rangsangan oleh kondisi air yang mengalir, suhu, dan pH air
(Hartono, 2002).
Arwana
berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar). Umumnya, induk arwana
mampu menghasilkan 20-50 butir dalam sekali memijah. Telur-telur arwana
berukuran cukup besar dengan diameter 1,3-1,6 cm. Setelah dibuahi,
telur-telur dierami di dalam mulut arwana jantan. Karenanya, ikan ini
juga dijuluki mouth breeder karena mengerami telur di dalam
telur. Sementara itu, induk betina bertugas menjaga arwana jantan agar
aman dari gangguan lingkungan sekitar, terutama dari arwana-arwana
lainnya (Apin, 2005).
artikel ini disalin lengkap dari: http://adzriair.blogspot.com/2011/10/ikhtiologi-ikan-arwana.html
halaman utama website: http://adzriair.blogspot.com/
jika mencari artikel yang lebih menarik lagi, kunjungi halaman utama website tersebut. Terimakasih!
No comments:
Post a Comment