Di sinilah KH Fahmi Basya meyakini tempat meninggalnya Nabi Sulaiman (dok:Ilustrasi/buku Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman)
Pernyataan mengejutkan itu bukan tanpa alasan, sebab selama 33 tahun Basya telah melakukan penelitian dan telah membukukan penemuannya. Buku berjudul Borobudur dan Peninggalan Nabi itu bahkan telah dicetak sebanyak tujuh kali oleh Zaytuna.
Menurut Basya, Nabi Sulaiman yang lahir sekitar 975-935 SM, tidak meninggal di Rahbaam, Baitul Maqdis-Palestina, seperti yang diketahui oleh masyarakat umum saat ini. Tetapi di puncak Borobudur.
"Mengapa khiyam No6 yang ada di Borobodur dibiarkan kosong tidak ada tamasilnya. Karena Nabi Sulaiman wafat di sini," tegas KH Fahmi Basya, sambil merujuk pada relief seseorang memegang tongkat, di lantai tiga dari atas Borobudur.
Untuk menguatkan teorinya, Basya mengutip firman Allah yang berisi, takala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka (jin) setelah kematiannya itu, melainkan rayap yang memakan tongkatnya.
"Maka takala ia telah tersungkur, nyatalah bagi jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan, mendapatkan tempatnya," demikian firman Allah.
Dalam penelitian itu, Basya tidak hanya menjungkirbalikkan kepercayaan masyarakat umum tentang sejarah Borobudur dan Nabi Sulaiman. Tetapi juga menawarkan wacana baru tentang silsilah Nabi Sulaiman.
Dikatakannya, Ibu Nabi Sulaiman, Batsyeba binti Eliam (janda Uria orang Het yang dinikahi Raja Daud ayah Sulaiman) merupakan orang Jawa. Makanya Batsyeba memberi nama anaknya Sulaiman yang artinya hamba yang baik.
Dalam bahasa Jawa, nama Sulaiman diambil dari kata Su dan Man yang berarti hamba yang baik. Tentang arti nama itu, Basya kembali menggunakan ayat Alquran yang menyebutkan, bahwa Sulaiman adalah sebaik-baiknya hamba (38.30).
Tidak hanya itu, dalam penelitiannya Basya juga mengungkapkan, bahwa catatan sejarah yang menyatakan Borobudur peninggalan kerajaan umat Budha, karena reliefnya banyak berkisah tentang ajaran umat Budha, tidak seluruhnya benar.
Setelah dipelajarinya, relief yang ada dalam Borobudur sangat bernuansa kitab dan ajaran Budha yang ada dalam relief Borobudur sangat dimungkinkan ada dalam kitab Zabur, seperti yang ditemukannya saat melakukan penelitian.
"Kalau ada orang mengatakan bahwa sebagian kisah Budha ada di Borobudur, berarti kisah Budha ada dalam kitab Zabur atau sebagian dari Zabur digambarkan di sini (Borobudur)," tegasnya.
Dia juga menjelaskan, bahwa Istana Nabi Sulaiman yang digambarkan sangat indah dalam Alquran, sebagai peninggalan dari Raja Daud bisa berada di mana saja. Termasuk di Indonesia, jika merujuk kepada bukti-bukti yang ditemukannya.
"Kerajaan Daud yang diwarisi Nabi Sulaiman bisa (berada) di mana saja," terangnya, sambil menunjuk Negeri Saba yang hilang di zaman Nabi Sulaiman berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Namun begitu, Basya mengingatkan kepada para pembacanya, bahwa penelitiannya peninggalan Nabi Sulaiman di Indonesia memberi penekanan kepada nama tempat. Khususnya mengenai kisah Indonesia Negeri Saba yang hilang dan penyebutan Ratu Boko.
"Pemakaian istilah Ratu Boko dalam penelitian ini sekedar (untuk) mengenali tempat, karena tempat itu sekarang bernama Istana Ratu Boko, bukan untuk mengatakan bahwa Ratu Saba (atau Ratu Balqis) sama dengan Ratu Boko," sambung Basya.
Kendati demikian, tentang benar dan tidaknya penelitian Basya, dikembalikan lagi kepada pembaca yang budiman. Karena sebagai karya ilmiah, bukan hal yang mustahil penelitian itu akan ditinjau ulang. Wallahualam.
Sebagai catatan, pada Minggu 13 Juli 2014, cerita pagi mengulas sekilas tentang Indonesia Negeri Saba yang hilang. Tulisan ini merupakan rangkaian dari teori Basya yang menyebut Nabi Sulaiman meninggal di Indonesia.
No comments:
Post a Comment