Karbon monoksida (CO) lebih dikenal karena sifatnya yang beracun daripada kegunaannya. Gas ini merupakan salah satu polutan yang sering dijumpai dalam udara di sekitar aktivitas manusia dan biota global. Gas CO tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Oleh karena itu, tidak ada tanda keberadaannya dan tidak segera dapat disadari. CO di udara berasal dari pembakaran tak sempurna kendaraan bermotor dan industri. Udara bersih tidak mengandung CO. Sumber karbon monoksida dari lingkungan di luar tempat kerja atau industri adalah pemanas ruangan, tungku perapian dan pembakaran mesin, batu bara, kayu bakar, dan juga dihasilkan dari dalam tubuh oleh katabolisme dari hemoglobin dan protein.
Gas ini dapat berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam darah dan menggantikan oksigen sehingga menghalangi fungsi utama darah sebagai pengangkut oksigen. Yang sangat berbahaya adalah ikatan karbon monoksida dengan haemoglobin lebih kuat daripada ikatan oksigen dengan haemoglobin.
EFEK CO
Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran. Oleh karena itu, asap hasil pembakaran sampahpun mengandung karbon monoksida. Berikut ini gejala yang timbul setelah menghirup gas karboh monoksida, disesuaikan dengan kadar gas karbon monoksida yang dihirup:
1. Paparan gas CO di bawah 100 ppm dalam waktu 1 jam, tidak menimbulkan gejala apapun;
2. Paparan gas CO di bawah 500 ppm dalam waktu 1 jam, timbul gejala batuk dan pusing;
3. Jika terpapar hingga di bawah 1000 ppm selama 1 jam dapat menyebabkan sesak nafas, gelisah/bingung, serta muka merah;
4. Terpapar gas CO dengan kadar di atas 1000 ppm bisa menyebabkan koma.
[ppm = part per million, atau bpj = bagian per sejuta. Satuan ini menyatakan volume suatu zat dalam sejuta bagian suatu campuran. 1% = 10.000 ppm.]
Metabolisme dan Interaksi Biokimia
80% -90% dari jumlah CO yang diabsorbsi berikatan dengan haemoglobin, membentuk carboxyhaemoglobin (HbCO). HbCO menyebabkan lepasnya ikatan oxyhemoglobin dan mereduksi kapasitas transport oksigen dalam darah. Afinitas (daya tarik) ikatan karbon monoksida dan haemoglobin adalah 200-250 kali dari O2+Hb. Karbon monoksida masuk ke aliran darah melalui paru-paru dan bereaksi dengan haemoglobin.
Carboxyhaemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan oxyhaemoglobin sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 ke jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah turun sebanyak 15% , sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter. Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoxia (kekurangan oksigen) pada jaringan. Hypoxia menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5%.
Pengaruh COHb (dalam %) terhadap kesehatan:
1. Kurang dari 1,0 : tidak ada pengaruh
2. 2,0-5,0 : berpengaruh pada sistem syaraf utama, reaksi panca indera tidak normal, pandangan kabur
3. 5,0 : perubahan fungsi jantung
4. 10,0-80,0 : kepala pusing, mual, berkunang-kunang, pingsan, sesak nafas, dan kematian
Standar utama WHO untuk udara ambien dari CO:
1. 100 mg/m [pangkat 3] (87 ppm) selama 15 menit
2. 60 mg/m [pangkat 3] (52 ppm) selama 30 menit
3. 30 mg/m [pangkat 3] (26 ppm) selama 1 jam
4. 10 mg/m [pangkat 3] (9 ppm) selama 8 jam
Kriteria kualitas udara:
1. Kualitas udara baik, kandungan CO kurang dari 9 ppm
2. Kualitas udara sedang, kandungan CO 9-15 ppm
3. Kualitas udara buruk, kandungan CO lebih dari 15 ppm.
Menurut WHO, ada kesamaan antara asap rokok dengan asap dari bahan pembakaran biomassa. Di negara-negara berkembang, masalah polusi udara dalam ruangan adalah polusi dalam rumah. Ada yang memasak dan atau membakar kayu untuk pemanasan tanpa cerobong asap yang memadai.
Beberapa penggunaan CO:
1. Sebagai reduktor pada pengolahan berbagai jenis logam, misalnya besi;
2. Sebagai bahan baku untuk membuat metanol;
3. Merupakan komponen dari berbagai jenis bahan bakar gas, seperti gas air dan gas kokas.
Karbon dioksida
Berbeda dengan CO, CO2 (karbon dioksida) tidak beracun. Akan tetapi, jika kadarnya terlalu besar (10-20%), gas ini dapat membuat orang pingsan dan merusak sistem pernafasan. Walaupun tidak berbau dan tidak berwarna, gas ini mudah dikenali karena mengeruhkan air kapur.
CO2 terdapat di udara dengan kadar sekitar 0,035%. Juga terdapat dalam air, terutama air laut. CO2 terbentuk pada pembakaran bahan bakar yang mengandung karbon seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, dan kayu. Gas ini juga dihasilkan pada pernafasan makhluk hidup. CO2 merupakan komponen utama siklus karbon di alam. CO2 komersial diperoleh dari pembakaran residu penyulingan minyak bumi. Dalam jumlah besar juga diperoleh sebagai hasil samping produksi urea dan pembuatan alkohol dari proses peragian.
C6H12O6 [glukosa] --------> 2C2H5OH [alkohol] + 2CO2
SIKLUS KARBON
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia saat karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi (objek astronomis lainnya bisa jadi memiliki siklus karbon yang hampir sama meskipun hingga kini belum diketahui pasti).
Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater system dan material non-hayati organik seperti karbon tanah [soil carbon]), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota laut hayati dan non-hayati), dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahunan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi. Lautan mengandung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan Bumi, namun demikian laut dalam bagian dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.
KARBON DI ATMOSFER
Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida (CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), gas ini berperan penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam beberapa tahun ini, dan berperan dalam pemanasan global.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut.
3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon. Beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah.
4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dan selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh manusia, tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
5. Di permukaan laut di daerah yang menjadikan air lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.
Penggunaan alamiah CO2
1. Untuk fotosintesis tumbuhan hijau. Fotosintesis membebaskan oksigen.
6CO2 + 6H2O -------> C6H12O6 + 6O2
2. Menentukan suhu global dan iklim. CO2 (dan uap air) bersifat seperti kaca, yaitu dapat melewatkan sinar tampak (cahaya), tetapi menahan sinar inframerah (panas). Hal ini dikenal sebagai efek rumah kaca (green house effect). Jadi, gas rumah kaca di udara menahan radiasi panas dari Matahari maupun radiasi panas yang dipancarkan Bumi, kemudian meradiasikannya kembali sebagian ke Bumi. Sistem inilah yang mengatur suhu di permukaan Bumi yang menjadi faktor yang memungkinkan adanya kehidupan. Namun, semakin banyak kandungan CO2, Bumi akan semakin panas.
Penggunaan CO2 dalam air
1. Untuk fotosintesis tumbuhan air.
2. Digunakan oleh siput dan sejenisnya untuk membangun cangkang. Proses ini merupakan salah satu komponen dalam siklus CO2. Bangkai rumah siput akan tertanam di dasar laut atau pantai, kemudian berubah menjadi batuan silikat dan membebaskan CO2 ke udara.
Penggunaan CO2 komersial
1. CO2 mudah dipadatkan. CO2 padat ini menyublim di bawah tekanan atmosfer (CO2 cair hanya terdapat pada tekanan lebih besar dari 5,3 atm). CO2 padat yang disebut es kering (dry ice) digunakan sebagai pendingin.
2. Untuk memadamkan kebakaran. Karena CO2 lebih berat dari udara, CO2 mengusir udara dari sekitar daerah yang disemprot sehingga api mati. Tabung pemadam kebakaran berisi CO2 cair dengan tekanan sekitar 60 atm. Ketika katup alat tersebut dibuka, CO2 cair akan segera menguap dan mengembang. Kedua proses itu menyebabkan penurunan suhu sehingga sebagian CO2 akan membeku membentuk sejenis kabut atau salju yang menutupi daerah yang disemprot.
3. Untuk membuat minuman ringan (soft drink). Minuman seperti soda, limun, dan semacamnya mengandung CO2 yang memberi rasa menyegarkan.
Karbon Dioksida, Zat Kambing Hitam
Mendengar nama CO2 atau karbon dioksida, biasanya kita langsung teringat zat beracun yang bisa membunuh makhluk hidup. Namun, apakah benar CO2 yang bertanggung jawab atas segala kerusakan lingkungan di Bumi ini?
Semua orang mengenal senyawa karbon dioksida atau CO2 sebagai gas, tak berbau, tak berwarna, tak beracun, dan berasal dari setiap mekanisme pembakaran maupun metabolisme.
Gas karbon dioksida pertama kali diamati keberadaannya oleh Van Helmont pada 1577. Secara statistik alamiah, gas ini tidak melimpah di muka Bumi dan konstan persentasenya. Sejak lama orang tidak terlalu memerhatikan sifatsifat gas tersebut. Yang paling awam diketahui mungkin adalah gas CO2 bisa diucah menjadi padat dan disebut dry ice.
Namun, selain kurang diperhatikan, gas ini juga dijadikan ‘kambing hitam’ atas kerusakan lingkungan hidup, terutama soal perusakan ozon. Apakah memang CO2 biang keladinya? Tentu saja bukan, karena manusialah yang sebenarnya telah menambah kadar CO2 yang tadinya normal-normal saja. Sejak dimulainya Revolusi Industri di Inggris hingga revolusi telekomunikasi seperti sekarang, telah terjadi peningkatan persentase CO2 di muka Bumi akibat aktivitas produksi dan konsumsi. Mulailah dikenal istilah green house effect, yaitu meningkatnya kadar CO2 di atmosfer hingga membuat Bumi tambah panas.
CO2 bersifat menyerap energi panas dari radiasi inframerah yang dipancarkan Matahari, sehingga energi panas tersebut terkumpul di muka Bumi. Ditambah lagi Bumi semakin terbuka terhadap pancaran energi tinggi ultraviolet yang mematikan. Pepohonan serta hutan semakin jarang, padahal tumbuhan adalah salah satu bagian yang bisa memproses CO2 menjadi O2. Jika kadar CO2 makin meningkat, energi Matahari yang dipantulkan oleh permukaan Bumi tidak akan kembali lagi ke luar Bumi karena tertahan oleh CO2.
artikel ini disalin lengkap dari: http://www.inteknologi.net/2010/10/co-co2.html
halaman utama website: http://www.inteknologi.net/
Jika ada waktu, Dimohon untuk Membuka Halaman Utama website yang telah saya salin artikelnya ya!
No comments:
Post a Comment