Kutu laut raksasa adalah salah satu dari sekitar 20 spesies isopoda
besar (anggota crustacea, masih berkerabat dengan udang dan kepiting) di
genus Bathynomus. Spesies kutu laut raksasa Bathynomus giganteus
panjangnya bisa mencapai 79 cm dan bisa seberat hingga 1,7 kg. Kutu
laut raksasa merupakan salah satu contoh dari fenomena gigantisme laut
dalam (seperti juga cumi-cumi raksasa). Walaupun kebanyakan dari
spesies Bathynomus lainnya relatif kecil, kutu laut raksasa jauh lebih
besar dibandingkan isopoda pada umumnya yang ukurannya berkisar antara 1
hingga 5 cm.
Zoolog asal Perancis, Alphonse Milne-Edwards, adalah yang pertama kali mendeskripsikan genus kutu laut raksasa yaitu pada tahun 1879 setelah mendapatkan seekor B. giganteus muda jantan di Teluk Meksiko. Penemuan ini merupakan penemuan yang memukau baik bagi kalangan ilmuwan maupun masyarakat umum di mana pada zaman tersebut, pemikiran mengenai kedalaman samudera yang tidak berkehidupan hanya baru disangkal oleh karya Sir Charles Wyville Thomson dan beberapa ilmuwan lain. Kutu laut betina belum pernah ditemukan hingga tahun 1891.
Kenampakan fisik
Morfologi kutu laut raksasa mirip dengan kerabatnya di darat, woodlouse. Seperti woodlouse, kutu laut raksasa juga memiliki kemampuan untuk menggulung tubuhnya menjadi seperti bola dengan cangkang yang keras menghadap ke luar. Kemampuan ini melindungi kutu laut raksasa dari pemangsa yang mencoba menyerang bagian bagian bawah tubuhnya yang lebih rentan. Ruas cangkang pertamanya tergabung dengan kepala. Ruas paling belakangnya seringkali juga tergabung, membentuk sebuah tameng di atas bagian abdomen (pleon). Matanya yang besar di kepalanya merupakan kumpulan dari sekitar 4.000 ommatidium, sessile, dan memiliki jarak di antara keduanya yang cukup lebar. Kutu laut raksasa memiliki 2 pasang antena.
Kaki torakis atau pereiopod-nya tersususn dari 7 pasang kaki, di mana yang pertama dimodifikasi menjadi maxillipod untuk memasukkan makanan ke 4 set rahangnya. Abdomennya memiliki 5 ruas yang disebut pleonit
Perkembangbiakan
Kutu laut raksasa dipercaya memiliki siklus reproduksi yang memuncak pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin. Hal ini diakibatkan dengan adanya penurunan jumlah sumber makanan selama musim panas. Kutu laut raksasa berkembang biak dengan cara bertelur. Telur-telur kutu laut raksasa diperkirakan merupakan telur hewan invertebrata laut yang terbesar dengan diameter dapat mencapai 13 mm. Betina dewasa mengembangkan organ kantung (seperti pada marsupium, kangguru) yang digunakan untuk menyimpan telurnya dengan jumlahh 20 hingga 30 butir hingga kutu laut raksasa muda siap keluar.
Kutu laut raksasa betina melakukan puasa selama mengandung anaknya dan cenderung mengubur dirinya untuk mengurangi energi yang dikeluarkan selama masa mengandung serta melindungi telur-telurnya dari predator. Kutu laut raksasa muda keluar dari kantung tersebut yang berbentuk seperti kutu laut raksasa dewasa namun berukuran kecil yang disebut mancae dengan ukuran dapat mencapai 6 cm. Mancae bukan merupakan fase larva dan telah mengembangkan hampir seluruh bagian tubuhnya kecuali sepasang pereopod terakhirnya. Melewati fase larva meningkatkan peluang kebertahanan bagi kutu-kutu laut raksasa muda.
Kutu laut raksasa diperkirakan dapat ditemukan luas di perairan yang dalam dan dingin di Samudera Atlantik, Pasifik, dan Hindia.
Zoolog asal Perancis, Alphonse Milne-Edwards, adalah yang pertama kali mendeskripsikan genus kutu laut raksasa yaitu pada tahun 1879 setelah mendapatkan seekor B. giganteus muda jantan di Teluk Meksiko. Penemuan ini merupakan penemuan yang memukau baik bagi kalangan ilmuwan maupun masyarakat umum di mana pada zaman tersebut, pemikiran mengenai kedalaman samudera yang tidak berkehidupan hanya baru disangkal oleh karya Sir Charles Wyville Thomson dan beberapa ilmuwan lain. Kutu laut betina belum pernah ditemukan hingga tahun 1891.
Kenampakan fisik
Morfologi kutu laut raksasa mirip dengan kerabatnya di darat, woodlouse. Seperti woodlouse, kutu laut raksasa juga memiliki kemampuan untuk menggulung tubuhnya menjadi seperti bola dengan cangkang yang keras menghadap ke luar. Kemampuan ini melindungi kutu laut raksasa dari pemangsa yang mencoba menyerang bagian bagian bawah tubuhnya yang lebih rentan. Ruas cangkang pertamanya tergabung dengan kepala. Ruas paling belakangnya seringkali juga tergabung, membentuk sebuah tameng di atas bagian abdomen (pleon). Matanya yang besar di kepalanya merupakan kumpulan dari sekitar 4.000 ommatidium, sessile, dan memiliki jarak di antara keduanya yang cukup lebar. Kutu laut raksasa memiliki 2 pasang antena.
Kaki torakis atau pereiopod-nya tersususn dari 7 pasang kaki, di mana yang pertama dimodifikasi menjadi maxillipod untuk memasukkan makanan ke 4 set rahangnya. Abdomennya memiliki 5 ruas yang disebut pleonit
Perkembangbiakan
Kutu laut raksasa dipercaya memiliki siklus reproduksi yang memuncak pada bulan-bulan musim semi dan musim dingin. Hal ini diakibatkan dengan adanya penurunan jumlah sumber makanan selama musim panas. Kutu laut raksasa berkembang biak dengan cara bertelur. Telur-telur kutu laut raksasa diperkirakan merupakan telur hewan invertebrata laut yang terbesar dengan diameter dapat mencapai 13 mm. Betina dewasa mengembangkan organ kantung (seperti pada marsupium, kangguru) yang digunakan untuk menyimpan telurnya dengan jumlahh 20 hingga 30 butir hingga kutu laut raksasa muda siap keluar.
Kutu laut raksasa betina melakukan puasa selama mengandung anaknya dan cenderung mengubur dirinya untuk mengurangi energi yang dikeluarkan selama masa mengandung serta melindungi telur-telurnya dari predator. Kutu laut raksasa muda keluar dari kantung tersebut yang berbentuk seperti kutu laut raksasa dewasa namun berukuran kecil yang disebut mancae dengan ukuran dapat mencapai 6 cm. Mancae bukan merupakan fase larva dan telah mengembangkan hampir seluruh bagian tubuhnya kecuali sepasang pereopod terakhirnya. Melewati fase larva meningkatkan peluang kebertahanan bagi kutu-kutu laut raksasa muda.
Kutu laut raksasa diperkirakan dapat ditemukan luas di perairan yang dalam dan dingin di Samudera Atlantik, Pasifik, dan Hindia.
No comments:
Post a Comment