Ular adalah salah satu binatang reptilia yang tersebar luas di seluruh
benua baik spesies yang berbisa ( berbahaya ) maupun spesies yang tidak berbisa
( tidak berbahaya ). Ular yang berbisa menghasilkan bisa untuk melemahkan musuh
atau mangsanya serta sebagai alat untuk mempertahankan diri. Racun / bisa ular
akan di injeksikan pada tubuh mangsanya melalui gigitan bila merasa terancam ,
ketakutan atau merasa terusik atau jika ular ingin melumpuhkan mangsanya.
Bisa ular merupakan hasil sekresi kelenjar mulut khusus yang menyerupai
kelenjar saliva pada hewan vertebrata, hal ini bisa dikatakan bisa ular
merupakan modifikasi dari saliva ini. Setiap spesies ular menghasilkan komponen
dan kandungan bahan toksik atau non toksi k yang berbeda beda. Tetapi jika ular
tersebut memiliki kekerabatan maka komponen penyusun bisanya akan mirip.
Umumnya setiap jenis ular berbisa mengandung hemoragin, kardiotoksin, dan
neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan
kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam
yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan
ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat
masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan
pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata
yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular
berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada
bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau
intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan
(apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan
yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi
pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk
famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis
pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis
geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili
Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan
tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana),
dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke
bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya.
Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae
memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah
ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular
bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas
protein yang sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida, Enzim
utama bisa ular antara lain proteolitik , hialurinidase, asam amino oksidase,
kolinesterase, fosfolipase A, ribonuklease, deoksiribonuklease,
fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase dan DPNase.
Protein penyusun bisa ular jika di suntikkan dan masuk ke aliran darah akan
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, sirkulasi, respirasi, syaraf. Untuk
mengatasi gigitan ular berbisa maka digunakan antibisa ular yang di suntikkan
langsung ke pembuluh vena. Antibisa ular adalah serum atau antibodi yang
diproduksi untuk menetralisir efek sari infeksi bisa ular tersebut. Serum ini
diperoleh dengan cara menginjeksikan bisa ular yang telah dilemahkan ke dalam
tubuh kuda.
Ada 2 jenis Racun ular, yaitu
1. Neurotoksin : Dapat
melumpuhkan sistim saraf pusat, melumpuhkan jantung dan sarah pernafasan. Racun
jenis ini dimiliki oleh ular Kobra, ular Mamba, ular Laut, Krait, Ular Karang.
2. Hemotoksin: Dapat
menyerang sistim sirkulasi darah dan sistim otot dan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan, gangrene, kelumpuhan permanen kemapuan bergerak otot. Racun jenis ini
dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya Rattle Snake, Coppe head, dan
Cotton mouth.
Sampai saat ini dikenal sekitar 20 jenis enzim yang beracun. Umumnya ular
berbisa memiliki 6 sampai 12 jenis enzim dalam bisanya. Masing masing berfungsi
khusus, misalnya untuk mencerna mangsa, sedangkan enzim yang lain untuk
melumpuhkan mangsa.
Beberapa Jenis enzim yang dimiliki ular berbisa:
- Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan mangsa
- Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainnya.
- Hyaluronidase : Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain kejaringan korban.
- Proteinase: Berfungsi untuk mencerna, mengahancurkan jaringan tubuh korban.
- Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang bekerja sentral dan menyebabkan korban mengalami syok dan melumpuhkan mangsa.
- Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah dengan cepat.
Khasiat Serum Ular
RACUN, apalagi racun ular, memang memiliki sifat mematikan. Racun alias bisa ular itu sangat ganas. Sebab, racun ular itu bisa dengan cepat melumpuhkan saraf si korban (eurotoxin). Atau ada juga racun ular yang bersifat melumpuhkan sistem sirkulasi darah (hematoxin). Namun, sifat membunuh sang racun itu itu ternyata bisa bermanfaat buat manusia. Sebab, serum racun alias bisa ular ternyata juga dapat membunuh berbagai bibit penyakit. Menurut Snake Hunter Club Indonesia (SHCI), organisasi pecinta ular yang juga mengembangkan penggunaan serum ular di Indonesia, ada sejumlah penyakit yang bisa disembuhkan serum ular. Seperti disebut di tulisan pertama, serum ular terdiri dari tiga kelas. Masing-masing kelas memiliki khasiat dan cara kerjanya sendiri-sendiri.
RACUN, apalagi racun ular, memang memiliki sifat mematikan. Racun alias bisa ular itu sangat ganas. Sebab, racun ular itu bisa dengan cepat melumpuhkan saraf si korban (eurotoxin). Atau ada juga racun ular yang bersifat melumpuhkan sistem sirkulasi darah (hematoxin). Namun, sifat membunuh sang racun itu itu ternyata bisa bermanfaat buat manusia. Sebab, serum racun alias bisa ular ternyata juga dapat membunuh berbagai bibit penyakit. Menurut Snake Hunter Club Indonesia (SHCI), organisasi pecinta ular yang juga mengembangkan penggunaan serum ular di Indonesia, ada sejumlah penyakit yang bisa disembuhkan serum ular. Seperti disebut di tulisan pertama, serum ular terdiri dari tiga kelas. Masing-masing kelas memiliki khasiat dan cara kerjanya sendiri-sendiri.
Serum bisa ular paling ringan, yakni kelas III, dapat menyembuhkan berbagai
penyakit yang diakibatkan virus, seperti malaria, demam berdarah, dan rabies.
Maklum saja, “Serum kelas tiga ini akan membunuh berbagai macam virus yang
masuk ke dalam tubuh, sehingga pasien bisa sehat kembali, ” dan membikin kita
kebal terhadap terhadap penyakit malaria, tetanus, rabies, dan kalau
kecelakaan, luka cepat kering, jelas Transtoto Handadhari, Ketua Dewan Pembina
Snake Hunter Club Indonesia. Serum kelas III yang terbuat dari bisa ular air,
talimongso, gadung, koros, piton, sanca manuk, sanca kembang, sawah, dedak,
blandotan kerawang, puspa kajang, dan samberlilen. Selain itu, kata Transtoto,
serum bisa ular paling ringan ini juga akan membantu mempercepat mengeringnya
luka - luka akibat kecelakaan kendaraan.
Serum kelas II bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang
berkaitan dengan darah. Sebab, serum bisa ular kelas menengah ini akan
membersihkan darah dari berbagai zat yang merugikan. Serum kelas II, yakni yang
terbuat dari racun ular belang seperti gibuk, welang, weling, dan gadung luwuk
Beberapa jenis penyakit yang bisa disembuhkan oleh serum kelas II ini antara
lain kencing manis (diabetes mellitus ), tifus, lever, asma, dan alergi.
Serum tingkat I, yang berasal dari bisa ular paling berbahaya, diyakini
bisa menyembuhkan berbagai penyakit berat macam kanker darah, flu burung,
kanker tulang, hingga HIV. dan kebal terhadap gigitan King Cobra .Serum kelas I
yang paling tinggi adalah serum kelas I yang terbuat dari bisa ular yang
benar-benar? berbahaya seperti, bisa ular Kobra dan Dedak Bromo. Ada pasien
yang virus HIV-nya hilang setelah minum serum tingkat I ini,” kata Transtoto.
Di Inggris dan Australia ada penelitian yang mengatakan serum ular dapat
mencegah serangan jantung dan stroke. Sayangnya, penelitian itu masih menemui
jalan buntu meskipun sudah 25 tahun berjalan. Adapun masalah yang mereka hadapi
adalah kesulitan menentukan dosis yang tepat agar serum dapat berfungsi baik
dan bukannya malah meracuni tubuh si pasien. Itulah salah satu alasan mengapa
sampai kini manfaat dan penggunaan serum ular di dunia kedokteran modern masih
jadi perdebatan para ahli. Namun, yang jelas, Transtoto mengklaim, hingga hari
ini, setidaknya 40.000 orang telah merasakan khasiat serum ular buatan SHCI.
Dan, sejauh ini, “Belum ada satu pun kasus pasien jadi keracunan setelah minum
serum ular,” tandasnya.
Sedangkan menurut SHCL pembuatan serum bisa ular degan cara proses
pembuatan ketiga jenis serum itu tidak terlalu rumit. Racun ular tinggal
dikeluarkan dan dijemur di bawah sinar matahari hingga mengkristal. Nah, jika
hendak digunakan, kristal bisa ular akan kembali dicairkan. Cara penggunaannya
adalah diminumkan. Komposisinya, satu sendok serum ular ditambah setengah gelas
air. Metode ini berbeda dengan penggunaan serum ular di rumah sakit untuk
mengobati pasien yang terkena gigitan ular. Hebatnya, seseorang yang pernah
minum atau menerima suntikan serum ular akan kebal terhadap gigitan ular
bersangkutan seumur hidupnya. Misalnya, jika Anda menerima serum ular weling,
seumur hidup Anda akan kebal terhadap gigitan ular weling jenis apa pun.
Metode pembuatan serum ini berbeda dengan prosedur pembuatan Serum secara
klinik. Pembuatan serum secara klinik seperti penjelasan kami di bagian awal
artikel ini adalah dengan menyuntikkan bisa ular yang sudah di lemahkan pada
kuda, sehingga kuda membentuk antibody dan antibody kuda tersebut sebagai
serum. Entah kami belum terlalu paham mengenai hal ini. Tetapi menurut kami
yang paling masuk akal adalah pembuatan serum secara klinik. Tetapi cara SHCL
juga bisa diterima karena bisa ular mengandung protein protein seperti kuning
telur dan ketika dimakan / masuk melalui organ pencernaan akan di cerna secara
alami, tetapi pertanyaannya adalah apa benar setelah makan protein dari bisa
ular akan membentuk anti body dalam tubuh kita ?
Secara tehnis kuning telur juga sangat berbahaya dan memiliki efek yang
serupa dengan bisa ular jika kuning telur itu langsung di injeksikan ke vena.
Jika hal ini terjadi maka akan terjadi penggumpalan darah sebagai bentuk rekasi
antara kuning telur dan darah.
METODE PEMBUATAN ANTI BISA / SERUM
Racun ular sangat berbahaya,memicu manusia untuk membuat penangkalnya. Penangkal racun ular yang disebut dengan antiracun atau antivenin dihasilkan dengan metode ‘Horse Serum (Serum Kuda)’.
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia : Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
- Sifat Fisikokimia : -
- Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah)
Racun ular sangat berbahaya,memicu manusia untuk membuat penangkalnya. Penangkal racun ular yang disebut dengan antiracun atau antivenin dihasilkan dengan metode ‘Horse Serum (Serum Kuda)’.
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia : Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
- Sifat Fisikokimia : -
- Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah)
Antivenom (atau antivenin atau antivenene) merupakan produk biologi yang
digunakan dalam pengobatan berbisa gigitan atau sengatan. Antivenom dibuat oleh
memerah racun dari yang diinginkan ular , laba-laba atau serangga . Racun
tersebut kemudian diencerkan dan disuntikkan ke dalam kuda , domba atau kambing
. Binatang subjek akan menjalani reaksi kekebalan terhadap racun, menghasilkan
antibodi terhadap molekul aktif racun itu yang kemudian dapat dipanen dari
darah binatang itu dan digunakan untuk mengobati envenomation . Secara
internasional, antivenoms harus sesuai dengan standar farmakope dan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO)
Horse Serum : Racun ular disuntikkan kedalam tubuh kuda, secara berlahan
akan terbentuk anti bodi terhadap racun ular tersebut. Serum dipisahkan dari
darah kuda.
Namun sepertiga penerima serum kuda mengalami reaksi alergi.Oleh karena itu
perlu prosedur standard untuk menuji kepekaan serum sebelum diberikan kepada
penderita gigitan ular.
Selain untuk memproduksi antivenin, bisa ular ternyata dapat digunakan
untuk bidang kesehatan dan kedokteran lain, seperti :
- .Racun Ular Copperhead : Mengobati penderita kanker payudara
- Racun Malayan Pit Viper: Dimanfaatka untuk mencegah pembekuan darah, mungkin bermanfaat untuk penderita sroke
- Enzim racun Kobra: sedang diteliti untuk mencegar penyakit Parkinzon, Alzeimer, serta leukemia dan kanker.
- Racun Ular Viper: Diduga dapat mengatasi osteoporosis dan memperkecil tumor tertentu
- Beberapa jenis ekstrak bisa ular digunakan untuk antikoagulan, penyakit, mengobati penyakit jantung atau darah tinggi.
Terminologi Antivenom atau serum antibisa
Nama "antivenin" berasal dari kata Perancis venin , yang berarti racun , yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin venenum , yang berarti racun . Secara historis antivenin predominan di seluruh dunia. Penggunaan pertama yang diterbitkan dalam semester itu adalah pada tahun 1895. Pada tahun 1981, Organisasi Kesehatan Dunia memutuskan bahwa istilah yang lebih disukai dalam bahasa Inggris akan menjadi racun dan antivenom daripada venin dan antivenin atau venen dan antivenene.
Nama "antivenin" berasal dari kata Perancis venin , yang berarti racun , yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin venenum , yang berarti racun . Secara historis antivenin predominan di seluruh dunia. Penggunaan pertama yang diterbitkan dalam semester itu adalah pada tahun 1895. Pada tahun 1981, Organisasi Kesehatan Dunia memutuskan bahwa istilah yang lebih disukai dalam bahasa Inggris akan menjadi racun dan antivenom daripada venin dan antivenin atau venen dan antivenene.
Penggunaan Terapi
Prinsip antivenom didasarkan pada bahwa dari vaksin , yang dikembangkan oleh Edward Jenner , namun, bukannya merangsang kekebalan pada pasien langsung, diinduksi dalam hewan inang dan serum hyperimmunized yang ditransfusikan ke pasien.
Prinsip antivenom didasarkan pada bahwa dari vaksin , yang dikembangkan oleh Edward Jenner , namun, bukannya merangsang kekebalan pada pasien langsung, diinduksi dalam hewan inang dan serum hyperimmunized yang ditransfusikan ke pasien.
Antivenoms dapat diklasifikasikan ke dalam monovalen ( ketika mereka
efektif terhadap racun spesies tertentu ) atau polivalen (ketika mereka efektif
terhadap berbagai spesies, atau spesies yang berbeda pada saat yang sama). Para
antivenom pertama untuk ular (disebut anti-ophidic serum) dikembangkan oleh
Albert Calmette , seorang ilmuwan Perancis Institut Pasteur bekerja di
perusahaan Indochine cabang di 1895, melawan Cobra India (Naja naja). Vital
Brazil , seorang ilmuwan Brasil, dikembangkan pada tahun 1901 antivenoms
monovalen dan polivalen pertama bagi Tengah dan Amerika Selatan Crotalus ,
Bothrops dan Elaps genera, serta untuk beberapa jenis berbisa laba-laba ,
kalajengking , dan katak . Mereka semua dikembangkan di lembaga Brasil,
Butantan Instituto , yang terletak di São Paulo , Brasil .
Antivenoms untuk digunakan terapi sering diawetkan sebagai beku-kering
ampul , tetapi beberapa hanya tersedia dalam bentuk cair dan harus disimpan
dalam lemari es. Mereka tidak segera dilemahkan oleh panas, bagaimanapun, jadi
celah kecil dalam rantai dingin tidak bencana. Mayoritas antivenoms (termasuk
semua antivenoms ular) yang diberikan secara intravena, namun stonefish dan
laba-laba Redback antivenoms diberikan intramuskuler . Rute intramuskular telah
dipertanyakan dalam beberapa situasi tidak seragam efektif.
Antivenoms mengikat dan menetralisir racun, menghentikan kerusakan lebih
lanjut, tetapi tidak membalik kerusakan sudah dilakukan. Jadi, mereka harus
diberikan sesegera mungkin setelah racun telah disuntikkan, tetapi dari
beberapa manfaat selama racun hadir dalam tubuh. Sejak munculnya antivenoms,
beberapa gigitan yang sebelumnya selalu fatal telah menjadi hanya jarang fatal
asalkan antivenom ini dikelola cukup cepat.
Antivenoms disucikan oleh beberapa proses tapi masih akan berisi serum lain
protein yang dapat bertindak sebagai antigen . Beberapa individu mungkin
bereaksi terhadap antivenom dengan reaksi hipersensitivitas segera (
anafilaksis ) atau hipersensitivitas tertunda ( serum sickness ) reaksi dan antivenom
harus, karena itu, digunakan dengan hati-hati. Meskipun hati-hati ini,
antivenom biasanya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk kondisi
yang mengancam jiwa, dan sekali tindakan pencegahan untuk mengelola
reaksi-reaksi ini di tempat, reaksi anaphylactoid bukan alasan untuk menolak
untuk memberikan antivenom jika dinyatakan lain. Walaupun merupakan mitos yang
populer bahwa orang yang alergi terhadap kuda "tidak bisa" diberikan
antivenom, efek sampingan dapat dikendalikan, dan antivenom harus diberikan
secepat efek samping dapat dikelola.
Di AS antivenom hanya disetujui untuk pit viper ( ular , Copperhead dan air
sepatu sandal ) gigitan ular didasarkan pada produk murni dibuat pada domba
dikenal sebagai CroFab . Ini disetujui oleh FDA pada bulan Oktober, 2000. AS
karang ular antivenom tidak lagi diproduksi, dan saham yang tersisa di-date
antivenom untuk gigitan ular karang berakhir pada musim semi 2009, meninggalkan
AS tanpa antivenom ular Karang. Upaya yang dilakukan untuk mendapat persetujuan
atas antivenom ular karang yang diproduksi di Meksiko yang akan bekerja melawan
karang AS gigitan ular, tetapi persetujuan tersebut masih bersifat spekulatif.
Dengan tidak adanya antivenom, semua karang gigitan ular harus dirawat di rumah
sakit dengan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik elektif sampai efek
neurotoksin ular karang mereda. Penting untuk diingat bahwa kelumpuhan
pernafasan pada karang gigitan ular dapat terjadi tiba-tiba, sering hingga 12
jam atau lebih setelah gigitan, sehingga intubasi dan ventilasi harus digunakan
untuk mengantisipasi kegagalan pernapasan dan tidak setelah itu terjadi, ketika
mungkin terlalu terlambat .
Alami Kekebalan dan diperoleh
Alami Kekebalan dan diperoleh
Meskipun individu dapat berbeda dalam respon fisiopatologis mereka dan
kepekaan terhadap venoms hewan, tidak ada kekebalan alami kepada mereka pada
manusia. Beberapa ophiophagic hewan kebal terhadap racun yang dihasilkan oleh
beberapa spesies ular berbisa, oleh adanya faktor antihemorrhagic dan
antineurotoxic dalam darah mereka. Hewan ini termasuk Kingsnakes , oposum ,
mongooses, dan landak .
Hal ini sangat mungkin untuk mengimunisasi orang langsung dengan dosis
kecil dan bergradasi racun daripada binatang. Menurut sejarah Yunani , Raja
Mithridates melakukan ini untuk melindungi diri terhadap upaya dari keracunan ,
sehingga prosedur ini sering disebut mithridatization . Namun, tidak seperti
vaksinasi terhadap penyakit yang hanya harus menghasilkan laten kekebalan yang
dapat membangkitkan jika terjadi infeksi , untuk menetralkan dosis mendadak dan
besar racun memerlukan mempertahankan tingkat tinggi antibodi beredar (keadaan
hyperimmunized), melalui suntikan racun diulang (biasanya setiap 21 hari). Efek
kesehatan jangka panjang dari proses ini belum diteliti. Untuk beberapa ular
besar, jumlah total antibodi adalah mungkin untuk mempertahankan dalam satu
manusia tidak cukup untuk menetralkan satu envenomation [ rujukan? ].
Selanjutnya, sitotoksik komponen racun dapat menyebabkan rasa sakit dan
jaringan parut kecil di tempat imunisasi. Akhirnya, perlawanan adalah khusus
untuk racun tertentu yang digunakan; mempertahankan ketahanan terhadap berbagai
venoms membutuhkan beberapa suntikan racun bulanan. Dengan demikian, tidak ada
tujuan praktis atau yang menguntungkan biaya / manfaat rasio ini, kecuali
orang-orang seperti kebun binatang penangan, peneliti, dan seniman sirkus yang
berhubungan erat dengan hewan berbisa. Mithridatization telah berhasil diuji di
Australia dan Brasil dan kekebalan total telah tercapai bahkan gigitan beberapa
kobra yang sangat berbisa dan ular beludak pit. Mulai tahun 1950, Bill Haast
berhasil diimunisasi dirinya pada venoms dari Cape , India dan Raja kobra
Karena neurotoksik venoms harus melakukan perjalanan jauh dalam tubuh untuk
melakukan kejahatan dan diproduksi dalam jumlah lebih kecil, lebih mudah
mengembangkan resistansi terhadap mereka daripada venoms langsung sitotoksik
(seperti yang sebagian besar ular berbisa ) yang disuntikkan dalam jumlah besar
dan melakukan kerusakan segera setelah injeksi.
Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi ?
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Bagaimana Mengenali Ular Berbisa ?
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
GEJALA KLINIS TERKENA GIGITAN ULAR
BERBISA:
1. Secara umum, akan timbul
gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
2. Gejala lokal: edema,
nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang
terperangkap di jaringan bawah kulit).
3. Gejala sistemik:
hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae (misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular
cabai, coral snakes, mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata
dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di
sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang
berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae / Crotalidae (ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul
dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang
menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul
setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai
dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai
dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae (misalnya: ular laut):
1. Segera timbul sakit
kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai
beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme
otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna
coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal: ditemukan tanda
gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini
indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi,
trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik,
seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,
yaitu terjadi edem ( pembengkakan ) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain
(nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis ( kelumpuhan
otot ), pulselesness (denyutan).
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan
Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan
secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke
rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang
ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang
membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;
imobilisasi ( membuat tidak bergerak ) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam
aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure - immobilisation pada
gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah
sakit:
- Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
- Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah
sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman
mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya
terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan
torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi
(pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah
yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena
tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
1. Bersihkan bagian yang
terluka dengan cairan faal atau air steril.
2. Untuk efek lokal
dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm,
panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit,
mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus
rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan
terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
3. Pemberian tindakan
pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas;
penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat
dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang
tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat
rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal
4. Pemberian suntikan
antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu
dosis toksoid tetanus
5. Pemberian suntikan
penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular
6. Pemberian sedasi atau
analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik
7. Pemberian serum
antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya
adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum
antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ) polivalen 1 ml berisi:
1. 10 - 50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ) polivalen 1 ml berisi:
1. 10 - 50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda,
terutama serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama pada
gigitan ular:
1. Luka dicuci dengan air
bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau
menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka
tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit
sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan
dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.
3. Anggota badan yang
digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian
imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan
otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota
badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang untuk
bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya
harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan
selanjutnya.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum ( 80 - 100 ml ). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum ( 80 - 100 ml ). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
Stabilitas Penyimpanan Serum antibisa
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun.
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun.
Kontraindikasi Serum antibisa
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
Efek Samping Serum Antibisa.
1. Reaksi anafilaktik;
jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu
beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat
timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak
napas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil
yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat
suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar.
Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Interaksi
1. Dengan Obat Lain : Belum
ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
2. Dengan Makanan : -
Pengaruh
1. Terhadap Kehamilan :
Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan
penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum
anti bisa ular.
2. Terhadap Ibu Menyusui :
Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan risiko
pada bayi.
3. Terhadap Anak-anak :
Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah
karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih
besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh
diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted
dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah.
Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular
yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien
4. Terhadap Hasil
Laboratorium : -
Parameter Monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
- 10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
- 25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
- 25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
Anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala atau tanda diatas
ditemukan. Anti bisa ular akan menetralkan efek bisa ular walaupun gigitan ular
sudah terjadi beberapa hari yang lalu atau pada kasus kelainan hemostatik, anti
bisa ular masih dapat diberikan walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu.
Tetapi beberapa bukti klinis menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif jika
diberikan dalam beberapa jam setelah digigit ular.
Lebih dari 10% pasien mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap anti bisa
ular, reaksinya dapat trejadi secara cepat (dalam beberapa jam) atau lambat (5
hari atau lebih). Resiko reaksi tergantung dosis yang diberikan, kecuali pada
kasus yang jarang, terjadi sensitisasi (Ig E-mediated type I hypersensitivity)
oleh serum hewan sebelumnya, contohnya : Ig-tetanus, Ig-rabies.
Reaksi Anafilaksis
Terjadi dalam 10-180 menit setelah pemberian anti bisa ular, gejalanya gatal, urtikaria, batuk kering, demam, mual, muntah, diare dan takikardi. Sebagian kecil pasien akan mengalami reaksi anafilaksis yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan angioedema.
Terjadi dalam 10-180 menit setelah pemberian anti bisa ular, gejalanya gatal, urtikaria, batuk kering, demam, mual, muntah, diare dan takikardi. Sebagian kecil pasien akan mengalami reaksi anafilaksis yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan angioedema.
Reaksi Pyrogenik (endotoksin)
Terjadi dalam 1-2 jam setelah pengobatan, gejalanya berupa demam, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Reaksi ini disebabkan kontaminasi pirogen selama proses dipabrik.
Terjadi dalam 1-2 jam setelah pengobatan, gejalanya berupa demam, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Reaksi ini disebabkan kontaminasi pirogen selama proses dipabrik.
Reaksi Lambat
Terjadi dalam 1-12 hari setelah pengobatan, gejala klinisnya berupa demam, mual, muntah, diare, gatal, urtikaria berulang, atralgia, mialgia, limpadenopati, proteinuria dengan nephritis kompleks imun, dan encephalopati (jarang).
Terjadi dalam 1-12 hari setelah pengobatan, gejala klinisnya berupa demam, mual, muntah, diare, gatal, urtikaria berulang, atralgia, mialgia, limpadenopati, proteinuria dengan nephritis kompleks imun, dan encephalopati (jarang).
Pengobatan reaksi yang terjadi setelah
pemberian anti bisa ular
Reaksi anafilaksis dan pyrogen anti bisa ular
Epineprin (adrenalin) diberikan intra muskular (lateral paha atas) dengan dosis awal 0,5mg untuk dewasa dan 0,01mg/kgBB untuk anak-anak. Adrenalin harus segera diberikan setelah muncul gejala, dosis dapat diulang setiap 5-10 menit jika kondisi tidak membaik.
Reaksi anafilaksis dan pyrogen anti bisa ular
Epineprin (adrenalin) diberikan intra muskular (lateral paha atas) dengan dosis awal 0,5mg untuk dewasa dan 0,01mg/kgBB untuk anak-anak. Adrenalin harus segera diberikan setelah muncul gejala, dosis dapat diulang setiap 5-10 menit jika kondisi tidak membaik.
Pengobatan tambahan berupa antihistamin, anti-H1 blocker seperti
klorphenamin maleat (dewasa 10mg, anak-anak 0,2mg/kgBB IV dalam beberapa menit)
harus diberikan dengan hidrokortison (dewasa 100mg, anak-anak 2mg/kgBB). Pada
reaksi pirogen dapat diberikan anti piretik (contohnya parasetamol oral atau
supp). Cairan intravena harus diberikan untuk mengatasi hipovolemia.
Reaksi lambat (serum sickness)
Anti histamin oral diberikan selama 5 hari, jika tidak ada respon dalam 24-48 jam berikan prednisolon selama 5 hari.
Anti histamin oral diberikan selama 5 hari, jika tidak ada respon dalam 24-48 jam berikan prednisolon selama 5 hari.
Dosis : chlorphenamine : dewasa 2mg/6 jam, anak-anak 0,25mg/kg/hari
Prednisolone : dewasa 5mg/6 jam, anak-anak 0,7mg/kg/hari
artikel ini disalin lengkap dari: http://indriankholif04industri12.blogspot.com/2012/11/kandungan-bahan-kimia-pada-bisa-ular.html
halaman utama website: http://indriankholif04industri12.blogspot.com/
jika mencari artikel yang lebih menarik lagi, kunjungi halaman utama website tersebut. Terimakasih!
No comments:
Post a Comment