Burung-burung beracun dari Tanah Papua

Tanah Papua tidak hanya menjadi habitat bagi berbagai burung surga (bird of paradise) dan langka, tetapi juga habitat bagi beberapa burung unik seperti paruh sabit coklat (Epimachus meyeri) yang pernah menipu pasukan Jepang hingga kocar-kacir karena kicauannya mirip senapan mesin. Bukan hanya itu, di Papua juga terdapat burung pitohui yang tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai salah satu burung paling beracun di dunia. Seperti apakah burung pitohui itu?



6 spesies Pitohui

Burung pitohui sebenarnya memiliki suara yang indah. Tetapi karena pada permukaan kulit dan bulu-bulunya terdapat racun, maka orang-orang jarang atau tidak berani menangkapnya. Kalau pun dijual, siapa yang mau membeli burung beracun? He.. he.. he.., rupanya inilah cara alami meredam aksi perburuan burung-burung di hutan. Faktanya, populasi burung pitohui di alam liar relatif aman.
Pitohui terdiri atas enam spesies, yang semuanya berada dalam genus Pitohui, dan keluarga Pachycphalidae. Mereka merupakan burung endemik di Tanah Papua, baik di Provinsi Papua dan Papua Barat (Indonesia) maupun negeri tetangga, Papua Nugini  Sebagian spesies juga ditemukan di Kepulauan Aru.
Berikut ini enam spesies burung pitohui :
  1. Variable pitohui (Pitohui kirhocephalus)
  2. Hooded pitohui  (Pitohui dichrous)
  3. White-bellied pitohui (Pitohui incertus)
  4. Rusty pitohui (Pitohui ferrugineus)
  5. Crested pitohui  (Pitohui cristatus)
  6. Black pitohui (Pitohui nigrescens)
Keenam spesies tersebut sama-sama beracun. Yang pertama kali diidentifikasi sebagai burung beracun adalah hooded pitohui, diikuti variable pitohui dan rusty pitohui.
Burung hooded pitohui memiliki warna-warna yang lebih cerah daripada spesies lainnya. Seperti binatang beracun lainnya, pitohui juga memancarkan bau busuk.
Burung ini juga sering menggunakan racunnya untuk m
enjaga telur-telur dari mangsa binatang predator, yaitu dengan cara menggesekan racun yang berada di tubuhnya pada telur-telurnya.

Hooded pitohui dari papua
Hooded pitohui dari Papua


Racun yang terdapat pada permukaan kulit dan bulu-bulu burung ini termasuk kategori neurotoxin (racun yang menyerang jaringan otak) yang disebut homobatrachotoxin. Bahan kimia ini sebenarnya racun alami dan paling kuat yang pernah dikenal manusia.
Hasil penelitian menunjukkan, tikus yang disuntik neurotoxin seketika itu juga langsung mati. Untuk sebagian besar burung yang menyentuh racun ini bisa menyebabkan mati rasa dan kesemutan, bersin, dan gejala minor lainnya. Efek serius seperti kelumpuhan dan kematian akan terjadi jika sering terjadi kontak dengan racun ini.
Suara kicauan burung pitohui
Meski mengandung racun, suara kicauan burung pitohui sangat menarik dan bervariasi. Berikut ini beberapa jenis suara mereka
Selain dari genus pitohui, beberapa spesies burung lainnya juga memiliki racun, yang disebut batrachotoxins (BTXs). Dua spesies yang dikenal memiliki racun BTXs adalah:
1. Little shrikethrush (Colluricincla megarhyncha)
Burung ini dikenal pula dengan nama rufous shrikethrush, yang termasuk dalam keluarga Colluricinclidae, dan ditemukan di Australia, Indonesia, dan Papua Nugini. Karakter dan sifat racunnya memiliki kesamaan dengan burung pitohui.

 Little Shrikethrush (Colluricincla megarhyncha) si burung beracun
Little shrikethrush (Colluricincla megarhyncha)

2. Blue-capped ifrit (Ifrita kowaldi)
Dikenal juga dengan nama blue-capped ifrita, yaitu burung pemakan serangga, dan merupakan burung endemik di Papua dan Papua Nugini. Racun yang sama juga ditemukan dalam kulit dan bulu dari burung ini.
Blue
Blue-capped ifrit (Ifrita kowaldi)
Itulah beberapa keunikan dari burung-burung endemik di negara kita. Sebagai kicaumania, patutlah sekiranya kita ikut berperan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan alam agar burung-burung unik ini terhindar dari kepunahan dan perdagangan gelap.

No comments:

Not Indonesian?

Search This Blog