Letak Kerajaan Kaling atau Holing, diperkirakan di Jawa Tengah. Nama Kaling berasal
dari Kalingga, nama sebuah kerajaan di India Selatan. Sumbernya adalah berita
Cina yang menyebutkan bahwa kotanya dikelilingi dengan pagar kayu, rajanya
beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap, Orang-orangnya
sudah pandai tulis-menulis dan mengenal juga ilmu perbintangan.
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari
sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa
Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas,
kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten
Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan
naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16
menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan
Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui
dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima,
yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.
Yang
sangat tampak bagi orang Cina ialah orang Kaling (Jawa), kalau makan tidak
memakai sendok atau garpu, melainkan dengan jarinya saja. Minuman kerasnya yang dibikin
ialah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (tuak).
Diberitakan
pula bahwa dalam tahun 640 atau 648 M kerajaan Jawa mengirim utusan ke Cina.
Pada tahun 666 M, dikatakan bahwa tanah Jawa diperintah oleh seorang raja
perempuan yakni dalam tahun 674 – 675 M, orang-orang Holing atau Kaling (Jawa)
menobatkan raja perempuan yang bernama Simo, dan memegang pemerintahannya
dengan tegas dan bijaksana.
Berdasarkan
sumber-sumber mengenai kerajaan Kaling tersebut, dapat diketahui bagaimana
keadaan :
Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat
Dalam
berita Cina disebut adanya raja atau Ratu Sima, yang memerintah pada tahun 674
M. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur dan bijaksana. Hukum dilaksanakan
dengan tegas, hal ini terbukti pada saat raja Tache ingin menguji kejujuran
rakyat Kaling. Diletakkanlah suatu pundi-pundi yang berisi uang dinar di suatu
jalan. Sampai tiga tahun lamanya tidak ada yang berani mengambil.
Keadaan sosial dan ekonomi kerajaan Kaling
Mata
pencaharian penduduknya sebagian besar bertani, karena wilayah Kaling dikatakan
subur untuk pertanian. Perekonomian, sudah banyak penduduk yang melakukan perdagangan
apalagi disebutkan ada hubungan dengan Cina.
Di
Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling, Jepara di sana
terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu.
Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca
tersebut ke puncak itu mengingat medan yang begitu berat. Pada tahun 1990, di
seputar puncak tersebut, Prof Gunadi dan empat orang
tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi
Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu ada
pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga
menjelang puncak. Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri,
Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Peninggalan
Kerajaan Ho-ling atau kerajaan Kaling (Kalingga) adalah Prasasti Tukmas dan Prasasti Sojomerto :
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas di ditemukan di
lereng barat Gunung Merapi tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan
Grabag Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang
berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan
jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai
Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi,
kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan
hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.
Prasasti
Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa
Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara
Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh
utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama
Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Dapunta Selendra adalah
cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan
Mataram Hindu.
Peninggalan dari kerajaan Kalingga juga ada dua candi yaitu Candi Angin dan Candi Bubrah.
Candi
Angin
Candi
Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah.
Candi
Bubrah, Jepara
Candi
Bubrah ditemukan di Desa Tempur Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah
Kedua temuan prasasti ini
menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang
bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan
dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa
Tengah Selatan.
No comments:
Post a Comment