Aksara Jawa Hanacaraka itu berasal dari aksara Brahmi yang asalnya
dari Hindhustan. Di negeri Hindhustan tersebut terdapat bermacam-macam
aksara, salah satunya yaitu aksara Pallawa yang berasal dari Indhia
bagian selatan. Dinamakan aksara Pallawa karena berasal dari salah satu
kerajaan yang ada di sana yaitu Kerajaan Pallawa. Aksara Pallawa itu
digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi. Di Nusantara terdapat bukti
sejarah berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur, ditulis dengan
menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua
aksara yang ada di Nusantara, antara lain: aksara hanacaraka , aksara
Rencong (aksara Kaganga), Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara
Baybayin (aksara di Filipina).
Konon sejarah yang berkembang di bumi Nusantara ini mengenai
munculnya aksara Jawa dilatarbelakangi dari cerita pada jaman dahulu, di
Pulau Majethi hidup seorang satria sakti mandraguna bernama Ajisaka.
Sang Satria mempunyai dua orang punggawa, Dora dan Sembada namanya.
Kedua punggawa itu sangat setia kepada pemimpinnya, sama sekali tidak
pernah mengabaikan perintahnya. Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan
pergi berkelana meninggalkan Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani oleh
punggawanya yang bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau
Pulo Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan
bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada siapapun
kecuali kepada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan melaksanakan
perintahnya.
Pada masa itu di tanah Jawa terdapat negara yang terkenal makmur,
tertib, aman dan damai, yang bernama Medhangkamulan. Rajanya bernama
Prabu Dewatacengkar, seorang raja yang luhur budinya serta bijaksana.
Pada suatu hari, juru masak kerajaan mengalami kecelakaan, jarinya
terbabat pisau hingga terlepas. Ki Juru Masak tidak menyadari bahwa
potongan jarinya tercebur ke dalam hidangan yang akan disuguhkan kepada
Sang Prabu. Ketika tanpa sengaja memakan potongan jari tersebut, Sang
Prabu serasa menyantap daging yang sangat enak, sehingga ia mengutus
Sang Patih untuk menanyakan kepada Ki Juru Masak. Setelah mengetahui
bahwa yang disantap tadi adalah daging manusia, sang Prabu lalu
memerintahkan Sang Patih agar setiap hari menghaturkan seorang dari
rakyatnya untuk santapannya. Sejak saat itu Prabu Dewatacengkar
mempunyai kegemaran yang menyeramkan, yaitu menyantap daging manusia.
Wataknya berbalik seratus delapanpuluh derajat, berubah menjadi bengis
dan senang menganiaya. Negara Medhangkamulan beubah menjadi wilayah yang
angker dan sepi karena rakyatnya satu persatu dimangsa oleh rajanya,
sisanya lari menyelamatkan diri. Sang Patih pusing memikirkan keadaan,
karena sudah tidak ada lagi rakyat yang bisa dihaturkan kepada rajanya.
Pada saat itulah Ajisaka bersama punggawanya Dora tiba di
Medhangkamulan, heranlah Sang Satria melihat keadaan yang sunyi dan
menyeramkan itu, maka ia lalu mencari tahu penyebabnya. Setelah mendapat
keterangan mengenai apa yang sedang terjadi di Medhangkamulan, Ajisaka
lalu menghadap Rekyana Patih, menyatakan kesanggupannya untuk menjadi
santapan Prabu Dewatacengkar. Pada awalnya Sang Patih tidak mengizinkan
karena merasa sayang bila Ajisaka yang harus disantap Sang Prabu, namun
Ajisaka sudah bulat tekadnya, sehingga akhirnya iapun dibawa menghadap
Sang Prabu. Sang Prabu tak habis pikir, mengapa Ajisaka mau menyerahkan
jiwa raganya untuk menjadi santapannya. Ajisaka mengatakan bahwa ia rela
dijadikan santapan sang Prabu asalkan ia dihadiahi tanah seluas ikat
kepala yang dikenakannya.
Di samping itu, harus Sang Prabu sendiri yang mengukur wilayah yang
akan dihadiahkan tersebut. Sang Prabu menyanggupi permintaannya. Ajisaka
kemudian mempersilakan Sang Prabu menarik ujung ikat kepalanya. Sungguh
ajaib, ikat kepala itu seakan tak ada habisnya. Sang Prabu
Dewatacengkar terpaksa semakin mundur dan semakin mundur, sehingga
akhirnya tiba ditepi laut selatan. Ikat kepala tersebut kemudian
dikibaskan oleh Ajisaka sehingga Sang Prabu terlempar jatuh ke laut.
Seketika wujudnya berubah menjadi buaya putih. Ajisaka kemudian menjadi
raja di Medhangkamulan.
Setelah dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan, Ajisaka mengutus
Dora pergi kembali ke Pulau Majethi menggambil pusaka yang dijaga oleh
Sembada. Setibanya di Pulo Majethi, Dora menemui Sembada dan menjelaskan
bahwa ia diperintahkan untuk mengambil pusaka Ajisaka. Sembada tidak
mau memberikan pusaka tersebut karena ia berpegang pada perintah Ajisaka
ketika meninggalkan Majethi. Sembada yang juga melaksanakan perintah
Sang Prabu memaksa meminta agar pusaka tersebut diberikan kepadanya.
Akhirnya kedua punggawa itu bertempur. Karena keduanya sama-sama sakti,
peperangan berlangsung seru, saling menyerang dan diserang, sampai
keduanya sama-sama tewas.
Kabar mengenai tewasnya Dora dan Sembada terdengar oleh Sang Prabu
Ajisaka. Ia sangat menyesal mengingat kesetiaan kedua punggawa
kesayangannya itu. Kesedihannya mendorongnya untuk menciptakan aksara
untuk mengabadikan kedua orang yang dikasihinya itu, yang bunyinya
adalah sebagai berikut:
Ha Na Ca Ra Ka
“ada utusan”
Da TA Sa Wa La
“saling berselisih pendapat”
Pa Dha Ja Ya Nya
“sama-sama sakti”
Ma Ga Ba Tha Nga
“sama-sama mejadi mayat”
Apa itu aksara Jawa?
Aksara Jawa yang dalam hal ini adalah Hanacaraka (dikenal juga dengan
nama Carakan) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau
pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, Makasar,
Madura, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak.
Bentuk Hanacaraka yang sekarang dipakai sudah tetap sejak masa
Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada
abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan
abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang
paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai
contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan
satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na
yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata
yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian,
terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila
dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Penulisan Aksara Jawa
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di
bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun pada pengajaran modern
menuliskannya di atas garis.
Aksara Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang
berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang
tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf
vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda
baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
1. Huruf Dasar (Aksara Nglegena)
Aksara Nglegena adalah aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata atau
biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu:
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga,
ba, tha, nga
2. Huruf Pasangan (Aksara Pasangan)
Aksara pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Misal,
untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan
untuk “se” agar “n” pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan “s”
tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).
Berikut daftar Aksara Pasangan:
3. Huruf Utama (Aksara Murda)
Aksara Murda yang digunakan untuk menuliskan awal kalimat dan kata yang
menunjukkan nama diri, gelar, kota, lembaga, dan nama-nama lain yang
kalau dalam Bahasa Indonesia kita gunakan huruf besar.
Berikut Aksara Murda serta Pasangan Murda:
Sampai disini sebetulnya sudah bisa langsung dicoba dan biasanya
dianggap sah-sah saja tanpa tambahan aksara-aksara yang lain (seperti
kutulis di bawah). Karena yang berikutnya rada riweuh juga
mempelajarinya.
4. Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara)
Aksara swara adalah huruf hidup atau vokal utama: A, I, U, E, O dalam
kalimat. Biasanya digunakan pada awal kalimat atau untuk nama dengan
awalan vokal yang mengharuskan penggunakan huruf besar.
5. Huruf vokal tidak mandiri (Sandhangan)
Berbeda dengan Aksara Swara, Sandangan digunakan untuk vokal yang berada
di tengah kata, dibedakan termasuk berdasarkan cara bacanya.
6. Huruf tambahan (Aksara Rekan)
Aksara Rekan adalah huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu:
kh, f, dz, gh, z
7. Tanda Baca (Pratandha)
Dalam penulisan kalimat dalam Aksara Jawa dibutuhkan pula pembubuhan
tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya. Pokoke mumet dot com
:D
Selain huruf, Aksara Jawa juga punya bilangan (Aksara Wilangan)
Waktu SD-SMP rasanya jagoan, sekarang dah ilang semua.. memori jangka
panjangnya buruk :(Coba deh..dijamin pusing! Jadi mari sama-sama pusing
:)
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Aksara Jawa yang dalam
hal ini adalah Hanacaraka (dikenal juga dengan nama Carakan) adalah
aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk
penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, Makasar, Madura, Melayu, Sunda,
Bali, dan Sasak.
Bentuk Hanacaraka yang sekarang dipakai sudah tetap sejak masa
Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada
abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan
abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang
paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai
contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan
satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na
yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata
yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian,
terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila
dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Penulisan Aksara Jawa
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di
bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun pada pengajaran modern
menuliskannya di atas garis.
Aksara Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang
berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang
tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf
vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda
baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
1. Huruf Dasar (Aksara Nglegena)
Aksara Nglegena adalah aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata atau
biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu:
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga,
ba, tha, nga
2. Huruf Pasangan (Aksara Pasangan)
Aksara pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Misal,
untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan
untuk “se” agar “n” pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan “s”
tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).
Berikut daftar Aksara Pasangan:
3. Huruf Utama (Aksara Murda)
Aksara Murda yang digunakan untuk menuliskan awal kalimat dan kata yang
menunjukkan nama diri, gelar, kota, lembaga, dan nama-nama lain yang
kalau dalam Bahasa Indonesia kita gunakan huruf besar.
Berikut Aksara Murda serta Pasangan Murda:
Sampai disini sebetulnya sudah bisa langsung dicoba dan biasanya
dianggap sah-sah saja tanpa tambahan aksara-aksara yang lain (seperti
kutulis di bawah). Karena yang berikutnya rada riweuh juga
mempelajarinya.
4. Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara)
Aksara swara adalah huruf hidup atau vokal utama: A, I, U, E, O dalam
kalimat. Biasanya digunakan pada awal kalimat atau untuk nama dengan
awalan vokal yang mengharuskan penggunakan huruf besar.
5. Huruf vokal tidak mandiri (Sandhangan)
Berbeda dengan Aksara Swara, Sandangan digunakan untuk vokal yang berada
di tengah kata, dibedakan termasuk berdasarkan cara bacanya.
6. Huruf tambahan (Aksara Rekan)
Aksara Rekan adalah huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu:
kh, f, dz, gh, z
7. Tanda Baca (Pratandha)
Dalam penulisan kalimat dalam Aksara Jawa dibutuhkan pula pembubuhan
tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya. Pokoke mumet dot com
:D
Selain huruf, Aksara Jawa juga punya bilangan (Aksara Wilangan)
Waktu SD-SMP rasanya jagoan, sekarang dah ilang semua.. memori jangka
panjangnya buruk :(Coba deh..dijamin pusing! Jadi mari sama-sama pusing
:)
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Apa itu aksara Jawa?
Aksara Jawa yang dalam hal ini adalah Hanacaraka (dikenal juga dengan
nama Carakan) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau
pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, Makasar,
Madura, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak.
Bentuk Hanacaraka yang sekarang dipakai sudah tetap sejak masa
Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada
abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan
abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang
paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai
contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan
satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na
yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata
yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian,
terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila
dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Penulisan Aksara Jawa
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di
bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun pada pengajaran modern
menuliskannya di atas garis.
Aksara Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang
berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang
tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf
vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda
baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
1. Huruf Dasar (Aksara Nglegena)
Aksara Nglegena adalah aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata atau
biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu:
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga,
ba, tha, nga
2. Huruf Pasangan (Aksara Pasangan)
Aksara pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Misal,
untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan
untuk “se” agar “n” pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan “s”
tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).
Berikut daftar Aksara Pasangan:
3. Huruf Utama (Aksara Murda)
Aksara Murda yang digunakan untuk menuliskan awal kalimat dan kata yang
menunjukkan nama diri, gelar, kota, lembaga, dan nama-nama lain yang
kalau dalam Bahasa Indonesia kita gunakan huruf besar.
Berikut Aksara Murda serta Pasangan Murda:
Sampai disini sebetulnya sudah bisa langsung dicoba dan biasanya
dianggap sah-sah saja tanpa tambahan aksara-aksara yang lain (seperti
kutulis di bawah). Karena yang berikutnya rada riweuh juga
mempelajarinya.
4. Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara)
Aksara swara adalah huruf hidup atau vokal utama: A, I, U, E, O dalam
kalimat. Biasanya digunakan pada awal kalimat atau untuk nama dengan
awalan vokal yang mengharuskan penggunakan huruf besar.
5. Huruf vokal tidak mandiri (Sandhangan)
Berbeda dengan Aksara Swara, Sandangan digunakan untuk vokal yang berada
di tengah kata, dibedakan termasuk berdasarkan cara bacanya.
6. Huruf tambahan (Aksara Rekan)
Aksara Rekan adalah huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu:
kh, f, dz, gh, z
7. Tanda Baca (Pratandha)
Dalam penulisan kalimat dalam Aksara Jawa dibutuhkan pula pembubuhan
tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya. Pokoke mumet dot com
:D
Selain huruf, Aksara Jawa juga punya bilangan (Aksara Wilangan)
Waktu SD-SMP rasanya jagoan, sekarang dah ilang semua.. memori jangka
panjangnya buruk :(Coba deh..dijamin pusing! Jadi mari sama-sama pusing
:)
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Apa itu aksara Jawa?
Aksara Jawa yang dalam hal ini adalah Hanacaraka (dikenal juga dengan
nama Carakan) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau
pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, Makasar,
Madura, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak.
Bentuk Hanacaraka yang sekarang dipakai sudah tetap sejak masa
Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada
abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan
abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang
paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai
contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan
satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na
yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata
yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian,
terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila
dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Penulisan Aksara Jawa
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di
bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun pada pengajaran modern
menuliskannya di atas garis.
Aksara Hanacaraka memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang
berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf “utama” (aksara murda, ada yang
tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf
vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa
sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda
baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).
1. Huruf Dasar (Aksara Nglegena)
Aksara Nglegena adalah aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata atau
biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu:
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga,
ba, tha, nga
2. Huruf Pasangan (Aksara Pasangan)
Aksara pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Misal,
untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan
untuk “se” agar “n” pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan “s”
tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).
Berikut daftar Aksara Pasangan:
3. Huruf Utama (Aksara Murda)
Aksara Murda yang digunakan untuk menuliskan awal kalimat dan kata yang
menunjukkan nama diri, gelar, kota, lembaga, dan nama-nama lain yang
kalau dalam Bahasa Indonesia kita gunakan huruf besar.
Berikut Aksara Murda serta Pasangan Murda:
Sampai disini sebetulnya sudah bisa langsung dicoba dan biasanya
dianggap sah-sah saja tanpa tambahan aksara-aksara yang lain (seperti
kutulis di bawah). Karena yang berikutnya rada riweuh juga
mempelajarinya.
4. Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara)
Aksara swara adalah huruf hidup atau vokal utama: A, I, U, E, O dalam
kalimat. Biasanya digunakan pada awal kalimat atau untuk nama dengan
awalan vokal yang mengharuskan penggunakan huruf besar.
5. Huruf vokal tidak mandiri (Sandhangan)
Berbeda dengan Aksara Swara, Sandangan digunakan untuk vokal yang berada
di tengah kata, dibedakan termasuk berdasarkan cara bacanya.
6. Huruf tambahan (Aksara Rekan)
Aksara Rekan adalah huruf yang berasal dari serapan bahasa asing, yaitu:
kh, f, dz, gh, z
7. Tanda Baca (Pratandha)
Dalam penulisan kalimat dalam Aksara Jawa dibutuhkan pula pembubuhan
tanda baca, yang berbeda-beda dalam penggunaannya. Pokoke mumet dot com
:D
Selain huruf, Aksara Jawa juga punya bilangan (Aksara Wilangan)
Waktu SD-SMP rasanya jagoan, sekarang dah ilang semua.. memori jangka
panjangnya buruk :(Coba deh..dijamin pusing! Jadi mari sama-sama pusing
:)
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
Baca Tutorialnya Di: http://dududth.blogspot.com/2012/08/belajar-aksara-jawa-yang-terlupakan.html
Postingan Dari Dududth.blogspot.com Silahkan Kunjungi blog saya
No comments:
Post a Comment